Lalu, gambar mirip Presiden Jokowi dibuat dengan warna coklat putih dan merah.
Pada bagian atas terowongan tersebut juga terlihat beberapa mural dengan gambar dan tulisan yang beraneka ragam, salah satunya bertuliskan "North Side" dengan cat berwarna hitam
Kasubbag Humas Polres Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim memastikan akan mencari orang yang membuat mural tersebut.
Baca juga: Antusiasme Warga Ikuti Vaksinasi Covid-19 di Kodim Tuban, Rela Antre Sejak Subuh
"Tetap diselidiki itu perbuatan siapa. Karena bagaimanapun itu kan lambang negara, harus dihormati," ujarnya, Jumat (13/8/2021) dikutip dari Surya.co.id.
Ia menambahkan, tindakan pembuatan mural itu dianggap melecehkan Presiden Jokowi. Sehingga, Rachim mengatakan, pihaknya akan terus bergerak dalam mengungkap pelaku.
"Banyak yang tanya tindakan aparat apa? Presiden itu Panglima Tertinggi TNI-Polri, itu lambang negara."
"Kalau kita sebagai orang Indonesia mau pimpinan negara digituin? Jangan dari sisi yang lain kalau orang punya jiwa nasionalis," kata Rachim.
Baca juga: 51 Ton Beras Bantuan dari Kemenko Marves Disalurkan untuk Warga Tuban
Namun, pernyataan Rachim dibantah Ahli Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto.
Menurutnya, presiden bukan termasuk simbol negara.
"Kalau ada orang menggambar mural, wajah presiden, itu bukan melanggar simbol negara, tapi ini soal etik saja," ungkap Agus saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (15/8/2021).
Agus menyebut produk hukum mengenai simbol negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Baca juga: Kabareskrim Ingatkan Jajarannya Tak Boleh Reaktif Sikapi Mural Kritik
Simbol negara yang tertuang dalam Pasal 2 UU tersebut ialah bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan, yang merupakan wujud eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Presiden bukan simbol negara, tetapi secara kehidupan berbangsa bernegara, sebagai orang timur itu kita hormati, kita tempatkan sebagai pemimpin negara yang sepantasnya," ujar Agus.
Meski tidak termasuk simbol negara, mural tersebut bisa saja melanggar peraturan daerah (Perda).
Beberapa daerah, kata Agus, menerapkan perda ketertiban umum yang melarang gambar, stiker, atau gambar semacamnya di fasilitas publik.
Baca juga: Pakar Unair: Mural Jadi Media Pesan dan Kritik ke Penguasa