ENDE, KOMPAS.com - Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, diasingkan Belanda sejak tahun 1934-1938 di Kota Ende, Kabupaten Ende, NTT.
Di Kota Ende, ia menetap di rumah sederhana yang terletak di jalan Perwira, Kelurahan Kotaraja, Ende Utara.
Hingga kini, rumah pengasingan Bung Karno itu tetap dijaga dan dirawat dengan baik.
Safrudin, penjaga rumah pengasingan Bung Karno sejak 2001 hingga sekarang, menceritakan, Presiden Soekarno diasingkan di Ende selama 4 tahun oleh kolonial Belanda.
Baca juga: Targetkan 1.379 Tes dalam Sehari, Satgas Covid-19 Ende: Masih Ada Kelemahan Testing dan Tracing
Dari Jakarta, Bung Karno disebut menumpangi menumpangi kapal Vander dan tiba di pelabuhan Ende pada tanggal 14 Januari 1934.
"Bung Karno diasingkan bersama keluarga, ibu Inggit Garnasih, istrinya, ibu Amsi, mertua, dan Ratna Juami, anak angkat," tutur Safrudin, kepada Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Di tempat pengasingan, Bung Karno banyak merenung di sebuah taman yang tak jauh lokasinya.
Di bawah pohon sukun di taman tersebut, hasil perenungan Bung Karno adalah Pancasila.
"Kini, taman ini dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila. Lokasinya di Kelurahan Rukun Lima. Di taman tersebut, terdapat patung Soekarno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima, sambil menatap ke arah laut," terang Safrudin.
Selama masa pengasingan di Ende, lanjut dia, Bung Karno aktif berdiskusi dengan sahabat-sahabatnya yakni para tokoh di Ende, seperti Hj Hasan Aroebusman, Hj Abdul Gani, dan para pastor.
Bung Karno, kata dia, juga sering meminjam buku dari pastoral yang sering dikenal Serambi Bung Karno.
Sementara untuk berkomunikasi dengan sahabat di Jawa, Bung Karno mengirim surat lewat para pedagang kopra dan itu sangat rahasia.