YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 tidak membuat bangsa Indonesia bebas dari penjajahan.
Setelah Belanda menguasai Indonesia puluhan tahun, pada 1942 diserahkan ke Jepang. Setelah kalah dengan Sekutu, Jepang menyerahkan kekuasaan.
Kedatangan Belanda membonceng Sekutu pada tahun 1945 membuat perjuangan melawan penjajah belum usai. Meski berbagai upaya termasuk perundingan dilakukan, tetapi upaya itu masih belum membuahkan hasil.
Baca juga: Upacara Bendera Sambil Menyelam Menikmati Keindahan Bawah Laut Wakatobi
Salah satu upaya perjuangan melalui peperangan yakni Serangan Umum 1 Maret 1949. Perebutan ibu kota negara di Yogyakarta selama 6 jam bisa membuktikan masih ada kedaulatan bangsa ini.
Penguasaan kota Yogyakarta itu disiarkan ke seluruh penjuru dunia yang disiarkan estafet dari stasiun radio AURI PC 2 di Kapanewon Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, lalu berita ini di-relay ke Stasiun AURI di Stasiun Bidaralam, Sumbar, Takengon, Aceh.
Selanjutnya diteruskan ke Rangoon, Burma yang diterima pemancar All India Radio dan akhirnya sampai ke perwakilan RI di PBB yang berada di New York, Amerika Serikat pada 7 Maret 1949.
Keberadaan Stasiun Radio AURI PC 2 ini tidak lepas dari peranan Boedihardjo yang saat perjuangan menjabat sebagai kepala stasiun ini.
Boedihardjo beserta sejumlah pejuang lainnya mendirikan stasiun radio jenis People Coorperation atau PC-2.
Peralatan stasiun radio diletakkan di dapur rumah keluarga Pawirosetomo. Sementara untuk pembangkit listrik diletakkan di tungku tanah yang ditutupi kayu bakar.
Antena radio diletakkan di pohon kelapa dan dipasang pada malam hari.
Dengan adanya berita ini membuktikan jika TNI masih ada, dan memberikan perlawanan kepada penjajah.
Dunia akhirnya mengetahui jika TNI masih ada dan bisa menguasai ibukota Yogyakarta, selama 6 jam.
Pada 10 Maret 1949 Belanda melakukan serangan besar-besaran melalui lapangan udara Gading, Kapanewon Playen.
Saat itu, Stasiun Radio AURI PC 2 diungsikan menuju Brosot, Sentolo, Kulon Progo.
Baca juga: Kisah Komandan Upacara HUT Ke-76 RI Kolonel Putu Sucahyadi, Kali Kedua Tampil di Istana Merdeka
Sukaryo yang menjadi juru pelihara, serta buyut dari Pawirosentono mengatakan, dari sejarah lisan keluarganya, rumah kampung sederhana ini dijadikan markas dan pemancar oleh Boedihardjo.