KULON PROGO, KOMPAS.com- Buta kedua mata bukan penghalang berkarya.
Prinsip itu dipegang teguh Parjan (53), warga Pedukuhan Plampang 3, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ia yang sudah tak lagi melihat cahaya sejak usia 40 tahun masih mampu memanen sekitar 20 liter nira dari pohon kelapa sebagai bahan baku gula merah setiap hari.
Rumah Parjan sebagian berdinding batu.
Lantai sebagian sudah berkeramik, sebagian lagi masih tanah. Rumah seluas 6x13 meter berdiri dekat jurang.
Baca juga: Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali
Di bawahnya tumbuh banyak pohon beragam jenis, terutama pohon kelapa.
Salah satu pohon kelapa di depan rumahnya berdiri condong di tepi jurang yang dalam.
Pohon setinggi 15 meter ini adalah pohon kelapa yang ke-20 yang harus diambil niranya hari ini oleh Parjan.
Beberapa jam sebelumnya, ia sudah memanjat belasan pohon kelapa di berbagai sisi bukit dan mengumpulkan nira sejak pukul 04.30 WIB.
Seperti waktu lalu, tidak ada kesulitan dalam memanjat kelapa. Padahal, Parjan tidak lagi bisa melihat.
“Hitam. Gelap. Tidak ada cahaya. Tidak bisa melihat sama sekali,” kata Parjan di rumahnya, Senin (16/8/2021).
Ia selalu memanjat cepat, kakinya memijak tegas pada tiap buku-buku di batang kelapa.
Sesampai di atas, Parjan bersandar pada pelepah dahan, mengambil bumbung bambu (wadah tampung nira) yang sudah penuh nira, ganti dengan bumbung yang baru yang masih kosong.
Parjan menderes dua kali dalam sehari, subuh ke pagi, dilanjutkan sore. Tidak pernah libur.
Sepanjang hari itu, Parjan mampu memanjat sampai 40 pohon, baik dari pohon di kebun miliknya dan di kebun milik tetangganya.