YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Jenderal Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman melakukan serangan gerilya dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur pada Desember 1948 sampai Juli 1949.
Selama perjalanan panjang perang gerilya, Soedirman melewati berbagai wilayah termasuk Gunungkidul.
Dikutip dari buku 'Peran Gunungkidul dalam Perang Gerilya Jendral Soedirman' karya Rudi Winarso dan Pamuji Raharjo, rute gerilya sepanjang 1009 kilometer yang dimulai dari Bintaran pada 19 Desember 1948 dan berakhir di Ndalem Mangkubumen 10 Juli 1949.
Sebelum Perintah Kilat No.1.PB/D/48 diumumkan, jauh hari TNI membuat keputusan berupa perintah Siasat No.1/Stop/48/5/48 yang ditandatangani Soedirman.
Baca juga: Tinjau Bandara Jenderal Soedirman, Jokowi: Penumpang Sudah 70 Persen, Alhamdulillah
Inti dari Perintah Siasat ini adalah TNI berjuang bergerilya.
Rutr Perang Gerilya Rakyat Semesta dari Kota Yogyakarta-Bantul-Gunungkidul-Wonogiri-Pacitan-Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Kediri-Nganjuk-Sleman.
Selama di Gunungkidul, Jenderal Besar TNI Soedirman singgah di rumah warga. Salah satunya di Padukuhan Karangtengah, Kalurahan Karangduwet, Kapanewon Paliyan.
Rumah itu saat ini dihuni oleh pasangan Siswo Suparjiyo (90) dan Samiyem (80).
Ditemui Kompas.com di rumahnya, Samiyem dan Suparjiyo tengah menata singkong hasil kebun di samping rumah.
Samiyem mengaku masih kecil saat Pak Dirman datang ke rumah milik orangtuanya Sayuk Marto Pawiro.
Jika merujuk data sejarah, kedatangan Pak Dirman pada 20 Desember 1948 setelah melakukan perjalanan dari Girisekar, Panggang. Kedatangannya sore hari sekitar pukul 16.00 WIB.
Lalu, ia melanjutkan perjalanan pada 21 Desember 1949 sekitar pukul 04.00 WIB subuh. Kedatangannya ditandu menggunakan kursi.
"Tidak berbicara apapun saat itu Pak Dirman, datang jam 16.00 WIB perginya adzan subuh (saat keesokan harinya)," ucap Samiyem ditemui di rumahnya Kamis (12/8/2021).
Baca juga: Ganjar Sambut Pilot dan Penumpang Pesawat Komersial Pertama di Bandara Jenderal Soedirman
Saat itu, Pak Dirman terbaring di rumahnya yang sederhana terbuat dari anyaman bambu. Dia terbaring di ruang tengah. Pak Dirman tidak mau disebut jendral ataupun komandan, hanya mau disebut 'kang' atau kakak.
Selama menginap, tidak banyak percakapan. Orangnya diam, dan hanya sesekali mengobrol.