BANGKA BARAT, KOMPAS.com - Saat berada di Pesanggrahan Menumbing, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Mohammad Hatta bersiap untuk melanjutkan perundingan dengan tim dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perundingan juga melibatkan Majelis Permusyawaratan Federal (BFO) dan Komisi Tiga Negara (KTN).
Namun, ketika itu para pemimpin bangsa termasuk Bung Hatta berada di lokasi terpisah.
Sejarawan Bangka Belitung, Akhmad Elvian mengatakan, Bung Hatta menolak untuk melanjutkan perundingan, karena tidak dihadiri oleh Presiden Soekarno.
Baca juga: Megawati Beberkan Alasan Bung Karno Tak Punya Wapres Selain Bung Hatta
Ketika itu, Desember 1948 hingga Januari 1949, Soekarno dan H Agus Salim masih berada di Parapat, Toba, Sumatera Utara.
"Bung Hatta ketika itu menolak bermusyawarah hingga hadir bersama-sama Soekarno di Bangka Barat ini," kata Elvian saat berbincang dengan Kompas.com di Wisma Ranggam, Rabu (11/8/2021).
Singkat cerita, pada Februari 1949, Soekarno dan H Agus Salim serta rombongan akhirnya diterbangkan ke Pangkalpinang menggunakan pesawat amifibi.
Kemudian dari Pangkalpinang melanjutkan perjalanan darat ke Bangka Barat.
"Perundingan dilakukan di Wisma Ranggam yang dibangun perusahaan timah Belanda, Bangka Tin Winning," ujar Elvian.
Baca juga: Kisah Penahanan Bung Hatta di Pesanggrahan Menumbing Bangka Barat (Bagian I)
Perundingan dihadiri cukup banyak tokoh bangsa.
Selain Soekarno dan Hatta, turut hadir Sultan Hamid II, H Agus Salim, AG Pringgodigdo, Leimena, M Roem, Ali Sastroamidjojo, Hamengkubuwono IX dan sejumlah tokoh lainnya.
"Pada kesempatan itu sekaligus dilakukan serah terima pemerintahan ke Yogyakarta pada Sri Sultan Hamengkubuwono, karena ketika itu Bung Karno dan Bung Hatta statusnya sebagai tahanan," ujar Elvian.
Perundingan di Wisma Ranggam menghasilkan kesepakatan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).
Ini menjadi cikal bakal lahirnya konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Ketika itu dominan perwakilan dari negara bentukan Belanda, sehingga posisi Indonesia itu sendiri tidak jelas. Ini sengaja dikaburkan Belanda," kata Elvian.