Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Semarang Diprediksi Tenggelam 50 Tahun Lagi, Sekda; Masyarakat Tak Perlu Takut

Kompas.com - 12/08/2021, 06:20 WIB
Riska Farasonalia,
Khairina

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Eksploitasi pengambilan air bawah tanah mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) di Kota Semarang.

Bahkan, masifnya pengambilan air bawah tanah ini menjadi salah satu penyebab kawasan pesisir Utara Semarang akan tenggelam.

Pakar pun memprediksi bukan tidak mungkin wilayah Kota Semarang bakal tenggelam 50 tahun lagi.

Sebab, berdasarkan penelitian penurunan permukaan tanah atau land subsidence saat ini sudah mencapai 10 -12 sentimeter setiap tahunnya.

Baca juga: Mal di Kota Semarang Dibuka, Pengunjung Wajib Tunjukkan Sertifikat Vaksin

Sekda Kota Semarang Iswar Aminuddin mengatakan, prediksi pakar bahwa Kota Semarang akan tenggelam 50 tahun lagi merupakan tantangan yang harus dihadapi.

Iswar meminta masyarakat untuk tidak panik dengan adanya prediksi pakar soal Kota Semarang akan tenggelam.

Menurutnya, persoalan penurunan permukaan tanah ini memang sudah terjadi kisaran tahun 1980-an.

"Masyarakat tidak perlu takut karena ini sudah terjadi tidak baru tahun kemarin sudah terjadi sejak tahub 1980an kalau sekarang kurang lebih 40 tahun yang lalu sudah terjadi penurunan. Pemkot Semarang sudah siap siaga mengatasi itu," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (11/8/2021).

Pemerintah Kota Semarang pun telah berupaya mengantisipasi permasalahan tersebut dengan berbagai cara terutama memperkecil resiko banjir.

"Dampak dari penurunan tanah kan banjir akhirnya tercipta lokasi-lokasi yang lebih rendah dari permukaan air laut. Kita antisipasi dengan lakukan pompanisasi semua sungai terutama di sungai kali Semarang sehingga tidak ada air masuk ke daratan," tuturnya.

Terlebih jika curah hujan tinggi, pihaknya berupaya mencegah terjadinya luapan air dengan memperbaiki saluran-saluran drainase.

"Kemarin banjir akibat curah hujan yang sangat tinggi kita sudah perbaiki kembali saluran-saluran drainase, sempat bocor karena perilaku masyarakat sendiri. Ada sampah yang menumpuk di saluran. Tapi luapan air sudah ditanggulangi dengan pompa yang ada," katanya.

Baca juga: Kekurangan Oksigen, Pemkab Belitung Menanti Kedatangan KRI Semarang

Pemkot Semarang juga telah mengatasi persoalan penurunan permukaan tanah seiring penyediaan sumber air bersih bagi masyarakat.

"Agar bisa meminimalisir penurunan tanah antisipasi kita dengan mengurangi penggunaan air tanah untuk konsumsi masyarakat. Terutama di kawasan industri dan perumahan. Kita berupaya membangun kolam retensi yang airnya bisa dimanfaatkan untuk sumber air bersih masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, proyek SPAM Semarang Barat untuk pemanfaatan air bersih di kawasan Barat Kota Semarang juga telah rampung.

Sehingga, beberapa kecamatan dan kawasan industri di wilayah Barat Semarang sudah bisa memanfaatkan air bersih dari PDAM.

Iswar mengatakan persoalan ini tidak hanya dilakukan Pemkot Semarang tetapi juga oleh Pemprov Jateng dan pemerintah pusat.

Adanya dua proyek pembangunan jalan tol yakni Tol Semarang-Demak Tol Pelabuhan atau Harbour To Road juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tanggul laut dan kolam retensi.

"Yang menarik nantinya pembangunan Tol Semarang-Demak dan Harbour To Road didesain juga sebagai tanggul laut sehingga dapat menjadi benteng Kota Semarang agar air laut tidak masuk. Selain itu, terbangunnya dua kolam retensi kami yakin kebutuhan air bersih Kota Semarang akan tercukupi," ungkapnya.

Menurutnya, pengambilan air tanah bukan menjadi satu-satunya penyebab penurunan muka tanah, maka perlu kajian atau penelitian yang mendalam.

"Saya kira perlu kajian lebih dalam lagi ketika kebutuhan air bersih masyarakat sudah terpenuhi tidak harus mengambil air tanah. Kita lihat jika masih terjadi penurunan berarti masih ada hal lain penyebab penurunan tersebut," ungkapnya.

Kendati demikian, penelitian pakar terkait persoalan tersebut akan digunakan sebagai referensi untuk melakukan perencanaan penataan kota ke depan.

"Kita sudah banyak diskusi dengan para ahli dari Belanda pengalaman mereka mengelola kotanya tidak ada salahnya kita berguru ke sana. Dan kita sudah mendapat ilmu banyak untuk mengelola kota dengan metode penanganan daratan di bawah permukaan air laut," pungkasnya.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) Denny Nugroho Sugianto menyebut bukan tidak mungkin kawasan pesisir Kota Semarang bakal tenggelam 50 tahun lagi.

Sebab, penurunan permukaan tanah atau land subsidence saat ini sudah mencapai 10 -12 sentimeter setiap tahunnya.

"Prediksi 50 tahun lagi bisa saja terjadi. Karena kondisinya sudah parah sekali. Ketika hujan sedikit saja sudah banjir. Di jembatan tol kaligawe pasti banjir. Artinya sistem drainase kita sudah tidak mampu. Pembuangan air laut melalui model gravitasi sudah tidak bisa," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/8/2021).

Menurutnya, penurunan permukaan tanah mempertinggi resiko banjir dan rob yang sudah sering melanda Kota Semarang terutama di bagian utara.

Antara lain di kawasan pelabuhan Tanjung Emas, pemukiman di Tambak Lorok, Tugu, Genuk, perbatasan Demak.

"Kita tahu rob jadi permasalahan di Kota Semarang. Jadi bukan lagi suatu hal yang tiba-tiba datang. Beberapa penelitian menunjukan laju penurunan tanah semakin cepat dari tahun 2009 antara 7- 8cm per tahun hingga saat ini sudah sampai 10-12 cm per tahun," ujar peneliti senior di Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) UNDIP.

Ia menjelaskan penurunan permukaan tanah itu disebabkan oleh sejumlah faktor seperti eksploitasi air tanah yang masif hingga pembebanan bangunan.

"Masyarakat menggunakan air tanah secara berlebihan karena regulasi pemanfaatan air tanah masih lemah. Disatu sisi dilema juga karena pemerintah belum mampu menyediakan air bersih baik untuk sektor bisnis, perkantoran dimana mobilitas masyarakat tinggi," ucapnya.

Untuk itu, antisipasi yang dapat dilakukan yakni melakukan upaya perencanaan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan kelestarian lingkungan.

"Selain itu mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan terutama kawasan industri. Regulasi saling terkait jika melarang masyarakat untuk menyedot air tanah tentunya pemerintah juga harus siapkan air bersih. Mungkin bisa bekerja sama dengan swasta," ungkapnya.

Selain itu, pembangunan tanggul laut Tol Semarang-Demak oleh pemerintah diharapkan dapat menjadi solusi mengatasi masalah banjir.

"Tol Semarang-Demak itu kan peruntukannya untuk jalan ya, saya melihatnya kurang karena peruntukan beda. Kalau untuk tol akan fokus ke tol. Itu hanya klaim ya. Saya melihat pembangunan tol tidak memperhatikan yang cukup baik fenomena rob dan banjir ini jadi hal yang kontradiktif. Saya berharap sih bisa menyelesaikan masalah," katanya.

Sebelumnya, pernyataan Semarang, Pekalongan, dan Demak bakal tenggelam disampaikan Kepala Laboratorium Geodesi ITB, Dr Heri Andreas.

Bahkan ahli geodesi ITB itu menyebut Semarang dan Pekalongan akan tenggelam lebih dulu dibanding Jakarta karena penurunan tanah atau land subsidence yang masif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Regional
Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Regional
Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Regional
Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Regional
Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Regional
Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Regional
Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Regional
Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Regional
Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Regional
Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Regional
45 Anggota DPRD Babel Terpilih Dilantik 24 September, Ini Fasilitasnya

45 Anggota DPRD Babel Terpilih Dilantik 24 September, Ini Fasilitasnya

Regional
Golkar Ende Usung Tiga Nama pada Pilkada 2024, Satu Dosen

Golkar Ende Usung Tiga Nama pada Pilkada 2024, Satu Dosen

Regional
Pascabanjir, Harga Gabah di Demak Anjlok Jadi Rp 4.700 per Kilogram, Petani Tidak Diuntungkan

Pascabanjir, Harga Gabah di Demak Anjlok Jadi Rp 4.700 per Kilogram, Petani Tidak Diuntungkan

Regional
Terjebak di Dalam Mobil Terbakar, ASN di Lubuklinggau Selamat Usai Pecahkan Kaca

Terjebak di Dalam Mobil Terbakar, ASN di Lubuklinggau Selamat Usai Pecahkan Kaca

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com