"Masyarakat menggunakan air tanah secara berlebihan karena regulasi pemanfaatan air tanah masih lemah. Disatu sisi dilema juga karena pemerintah belum mampu menyediakan air bersih baik untuk sektor bisnis, perkantoran dimana mobilitas masyarakat tinggi," ucapnya.
Untuk itu, antisipasi yang dapat dilakukan yakni melakukan upaya perencanaan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan kelestarian lingkungan.
"Selain itu mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan terutama kawasan industri. Regulasi saling terkait jika melarang masyarakat untuk menyedot air tanah tentunya pemerintah juga harus siapkan air bersih. Mungkin bisa bekerja sama dengan swasta," ungkapnya.
Selain itu, pembangunan tanggul laut Tol Semarang-Demak oleh pemerintah diharapkan dapat menjadi solusi mengatasi masalah banjir.
"Tol Semarang-Demak itu kan peruntukannya untuk jalan ya, saya melihatnya kurang karena peruntukan beda. Kalau untuk tol akan fokus ke tol. Itu hanya klaim ya. Saya melihat pembangunan tol tidak memperhatikan yang cukup baik fenomena rob dan banjir ini jadi hal yang kontradiktif. Saya berharap sih bisa menyelesaikan masalah," katanya.
Sebelumnya, pernyataan Semarang, Pekalongan, dan Demak bakal tenggelam disampaikan Kepala Laboratorium Geodesi ITB, Dr Heri Andreas.
Bahkan ahli geodesi ITB itu menyebut Semarang dan Pekalongan akan tenggelam lebih dulu dibanding Jakarta karena penurunan tanah atau land subsidence yang masif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.