Sehingga, beberapa kecamatan dan kawasan industri di wilayah Barat Semarang sudah bisa memanfaatkan air bersih dari PDAM.
Iswar mengatakan persoalan ini tidak hanya dilakukan Pemkot Semarang tetapi juga oleh Pemprov Jateng dan pemerintah pusat.
Adanya dua proyek pembangunan jalan tol yakni Tol Semarang-Demak Tol Pelabuhan atau Harbour To Road juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tanggul laut dan kolam retensi.
"Yang menarik nantinya pembangunan Tol Semarang-Demak dan Harbour To Road didesain juga sebagai tanggul laut sehingga dapat menjadi benteng Kota Semarang agar air laut tidak masuk. Selain itu, terbangunnya dua kolam retensi kami yakin kebutuhan air bersih Kota Semarang akan tercukupi," ungkapnya.
Menurutnya, pengambilan air tanah bukan menjadi satu-satunya penyebab penurunan muka tanah, maka perlu kajian atau penelitian yang mendalam.
"Saya kira perlu kajian lebih dalam lagi ketika kebutuhan air bersih masyarakat sudah terpenuhi tidak harus mengambil air tanah. Kita lihat jika masih terjadi penurunan berarti masih ada hal lain penyebab penurunan tersebut," ungkapnya.
Kendati demikian, penelitian pakar terkait persoalan tersebut akan digunakan sebagai referensi untuk melakukan perencanaan penataan kota ke depan.
"Kita sudah banyak diskusi dengan para ahli dari Belanda pengalaman mereka mengelola kotanya tidak ada salahnya kita berguru ke sana. Dan kita sudah mendapat ilmu banyak untuk mengelola kota dengan metode penanganan daratan di bawah permukaan air laut," pungkasnya.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) Denny Nugroho Sugianto menyebut bukan tidak mungkin kawasan pesisir Kota Semarang bakal tenggelam 50 tahun lagi.
Sebab, penurunan permukaan tanah atau land subsidence saat ini sudah mencapai 10 -12 sentimeter setiap tahunnya.
"Prediksi 50 tahun lagi bisa saja terjadi. Karena kondisinya sudah parah sekali. Ketika hujan sedikit saja sudah banjir. Di jembatan tol kaligawe pasti banjir. Artinya sistem drainase kita sudah tidak mampu. Pembuangan air laut melalui model gravitasi sudah tidak bisa," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/8/2021).
Menurutnya, penurunan permukaan tanah mempertinggi resiko banjir dan rob yang sudah sering melanda Kota Semarang terutama di bagian utara.
Antara lain di kawasan pelabuhan Tanjung Emas, pemukiman di Tambak Lorok, Tugu, Genuk, perbatasan Demak.
"Kita tahu rob jadi permasalahan di Kota Semarang. Jadi bukan lagi suatu hal yang tiba-tiba datang. Beberapa penelitian menunjukan laju penurunan tanah semakin cepat dari tahun 2009 antara 7- 8cm per tahun hingga saat ini sudah sampai 10-12 cm per tahun," ujar peneliti senior di Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) UNDIP.
Ia menjelaskan penurunan permukaan tanah itu disebabkan oleh sejumlah faktor seperti eksploitasi air tanah yang masif hingga pembebanan bangunan.