Seorang warga Samarinda, Kalimantan Timur, Mirna, bercerita ia sekeluarga positif terinfeksi Covid-19 dua pekan lalu.
Tapi sebelum divonis Covid-19, Mirna dan suaminya sempat berobat ke "mantri" namun tidak kunjung sembuh. Karena itulah ia dan suaminya memeriksakan diri ke klinik.
"Diperiksa di IGD dokter bilang dari gejala mengarah ke Covid-19. Setelah di-swab, hasilnya positif."
Mirna sekeluarga memilih isolasi mandiri di rumah. Tapi kondisi sang suami makin menurun.
"Di rumah bapak sesak napas."
Baca juga: 12 Desa Terdampak Abu Vulkanik Gunung Merapi, BPBD Magelang Bagikan Ribuan Masker
Mirna lalu meminta anaknya yang lebih dahulu sembuh untuk mencari oksigen di lima lokasi, tapi hasilnya nihil.
"Cari ke apotek dan toko-toko oksigen semua kosong. Jangankan oksigen, tabungnya saja susah dapat," ujar Mirna kepada BBC News Indonesia.
Sebagai ganti oksigen, Mirna membuat uap dari air rebusan untuk melancarkan pernapasan sang suami lantaran kondisinya terus memburuk.
"Uap air panas saya fokuskan ke rongga hidung ditambahkan minyak kayu putih."
Mirna juga berkata, tak cuma oksigen yang langka, obat-obatan yang diresepkan dokter juga sama. Kalaupun ada, harganya sangat mahal.
Baca juga: Heboh, Ikan-ikan Lemuru Berlompatan ke Darat hingga Dipunguti Warga di Banyuwangi
"Ada namanya obat Oseltamivir kami cari harganya Rp 300.000. Tapi kami tak dapat sampai sekarang. Selain mahal, obat ini langka di sejumlah apotek."
Gara-gara obat langka, Mirna beralih ke obat-obatan herbal yang dikirim kerabatnya.
Setelah dua pekan kini kondisi dirinya dan suaminya mulai membaik meski belum pulih sepenuhnya. Karena itu, ia berharap pemerintah segera menyediakan obat dan oksigen.
"Obat dan oksigen itu paling dibutuhkan. Kami harap pemerintah bisa penuhi saat orang-orang dalam kondisi darurat."
Baca juga: Minta Vaksin Covid-19 untuk Pekerja Mal, APBI Jatim: Kalau Setiap Hari Harus Antigen, Kasihan...
Warga Samarinda lainnya, Ayi, juga mengalami kejadian serupa.
Sang ayah terinfeksi Covid-19 dan mengalami gejala berat, saturasi oksigen di bawah normal yakni 80%. Ia lalu membawa ayahnya ke rumah sakit, tapi ditolak karena penuh.
Selama perawatan di rumah, Ayi terus mencari-cari tabung oksigen, tapi tak ada yang tersisa. Hingga akhirnya meninggal 4 Agustus silam.
"Susah banget cari barangnya (tabung oksigen). Saya cari ke apotek Kimia Farma dan Promadika, semua tak ada."
Ayi berharap tidak ada lagi pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri meninggal gara-gara tidak kebagian tabung oksigen.
"Kalau kondisi begini terus, makin banyak yang tidak tertolong. Pasien isolasi mandiri di rumah cuma mengandalkan oksigen saja."
Baca juga: Minta Vaksin Covid-19 untuk Pekerja Mal, APBI Jatim: Kalau Setiap Hari Harus Antigen, Kasihan...
Seorang pegawai toko Harumei, Zulkarnain, mengatakan stok tabung oksigen kosong sejak satu bulan lalu.