Melihat bakat sang anak, Ameruddin pun mendorong Ani kecil berlatih bulu tangkis di Gedung Sarana Kegiatan Bersama (SKB) Unaha.
Jarak gedung dari rumah Ani 9 kilometer. Setiap kali berlatih, Ameruddin teringat putrinya itu selalu lari ke tempat latihan.
"Jadi dia lari dari rumah ke SKB, saya naik motor. Begitu juga kalau habis latihan, pulang dari SKB ke rumah begitu setiap sorenya, karena dia mau latihan sendiri," kata Ameruddin.
Prestasi Ani di bidang badminton terus menanjak sejak SD hingga dewasa.
Hingga akhirnya, Apriyani Rahayu dan Greysia Polli memastikan raihan emas setelah menang atas wakil China, Chen Qing Chen/ Jia Yi Fan pada partai puncak Olimpiade Tokyo 2020, Senin (2/8/2021).
Mereka menjadi ganda putri Indonesia pertama yang menyabet medali emas olimpiade.
Di balik kemenangan itu, ada doa ayah Apriyani.
"Doa saya bukan hanya untuk dia saja, mereka berdua Greysia Polii juga. Saya shalat Tahajud juga tidak lepas, sejak dia tinggalkan saya ke Jakarta tahun 2011," ungkap Ameruddin.
Baca juga: Greysia Polii dan Apriyani Rahayu Dapat Tabungan Reksa Dana Senilai Rp 300 Juta
Usianya masih belasan tahun, namun sudah mencetak prestasi di kancah internasional.
Dia adalah Windy Cantika Aisyah, atlet cabor angkat besi yang menyumbangkan medali pertama bagi Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 2020.
Sang pelatih, Dewi Nuranis, tak bisa membendung air mata ketika Cantik, sapaan akrab Windy Cantika menerima medali perunggu.
"Usia 19 tahun meraih peringkat ketiga dunia, sudah sangat luar biasa," tutur Dewi haru.
Dewi pun berkilas balik soal perjuangan Cantik mencapai Olimpiade.
Dia aktif bergabung dengan tim latihan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat sejak usia 11 tahun.
Dewi melihat, Cantik memiliki potensi dan terlihat berbeda di antara atlet-atlet yang lain.
Antusiasnya terhadap angkat besi terlihat jelas saat Cantik selalu meminta latihan tambahan, padahal teman-teman Cantik lainnya memilih pulang.
"Cantik kan pulang sekolah pukul 14.30 WIB. Setelah itu ia istirahat atau tidur sebentar. Bada Ashar sekitar pukul 15.30 mulai latihan selesai Maghrib. Nah cantik suka minta latihan tambahan, jadi kami (pelatih) suka memberi 30 menit tambahan latihan," tutur Dewi.
Ibunda Cantik, Siti Aisah ternyata juga adalah seorang lifter berprestasi.
Siti meraih medali perunggu di kejuaraan dunia tahun 1987 di Amerika Serikat.
Sebagai atlet, Siti pun melihat tekad kuat Cantik sejak putrinya kecil.
Tetapi Siti tidak pernah memaksakan anaknya menjadi seorang lifter.
Bahkan, Siti sempat menanyakan kesiapan Cantik sebelum mengikuti Pelatnas.
Misalnya, Cantik tidak akan diperbolehkan sembarangan mengonsumsi makanan dan tidak banyak memiliki waktu bersama keluarga.
Dua kali Idulfitri pun, Cantik tak bisa pulang karena harus mempersiapkan kejuaraan.
"Saat itu anak saya bilang, enggak apa-apa, Neng siap. Begitu mendengar ucapan Cantik, saya mendoakan," kata Siti.
Baca juga: Kisah Bagas, Atlet Panahan Asal Klaten di Olimpiade Tokyo, Warisi Bakat dari Ibu