SALATIGA, KOMPAS.com - Pada 4 Mei 2021, Ali Yuanis meninggal dunia. Saat itu, karena hasil tes swab belum keluar, dia dimakamkan di TPU Ngemplak yang dikhususkan untuk pasien Covid-19.
Namun ternyata setelah pemakaman, diketahui hasil tes menunjukkan hasil negatif. Anak Ali, Dewi Bangsur berharap ada pemakaman yang layak untuk ayahnya.
Semasa hidupnya, ayahnya pernah menjadi ajudan Jenderal Sudirman.
"Bapak Ali mendampingi Jenderal Sudirman selama perang Ambarawa, pelucutan senjata Jepang di Yogya, Magelang dan juga gerilya di Merapi-Merbabu," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Jumat (5/8/2021).
Baca juga: Antusiasme Masyarakat untuk Divaksin Tinggi, Ganjar: Sekarang Kami Agak Kewalahan
Dewi mengatakan, ayahnya jarang bercerita mengenai kiprahnya selama mendampingi Jenderal Sudirman.
Namun ada beberapa kisah yang disampaikan kepada anak-cucunya, termasuk saat awal-awal menjadi pejuang dan mendampingi Jenderal Sudirman.
Awal pertemuan Ali dengan Jenderal Sudirman saat berusia 15 tahun di daerah Yogyakarta.
"Saat itu banyak anak muda yang ingin ikut berperang melawan penjajah. Bapak yang modal nekat, dimarahi Jenderal Sudirman, kamu anak muda tidak punya senjata mau ikut perang, sana mundur dulu," kata Dewi menceritakan kembali penuturan Ali.
Namun kata Dewi, ayahnya tetap bertekad ikut berjuang karena saat itu merasa gengsi.
"Ya gengsi karena saat itu kebanggaan anak muda adalah berjuang melawan penjajah, kalau tidak berjuang menjadi bahan ejekan teman-temannya," ungkapnya.
Setelah itu, Ali mengikuti pendidikan tentara. Karena ayahnya adalah perangkat desa, Ali dikawal oleh seorang abdi yang menemani selama pendidikan.
"Lalu karena selalu ditemani abdi itu, malah disuruh menjadi tukang masak," papar Dewi.
Dikatakan, selain mendampingi Jenderal Sudirman, Ali juga pernah bercerita diperintah oleh Soekarno.
"Bapak saat itu bertemu Bung Karno di dekat kamar mandi saat subuh, namun oleh Bung Karno malah disuruh menangkap ayam," jelasnya.
Baca juga: Vaksinasi di Jateng Baru 18 Persen, Ganjar Minta Menkes Lakukan Akselerasi
Ali, lanjut Dewi, mengajukan pensiun dini sebagai tentara pada 1978 dengan pangkat terakhir Letnan Satu. Alasannya, Ali melihat banyak kejadian yang tidak sesuai hati nuraninya.