KOMPAS.com - Sejumlah bak rendaman milik penambang ilegal di kawasan tambang emas Gunung Botak di Pulau Buru dimusnahkan oleh petugas kepolisian pada Kamis (5/8/2021).
Sepuluh bak rendaman itu diamankan saat polisi kembali menyisir lokasi sungai di jalur B, kawasan Gunung Botak, Dusun Wamsait, Desa Dava, Kecamatan Waelata.
Dikutip dari BBC Indonesia, lokasi penambangan emas di Gunung Botak mulai didatangi warga sejak 2011 setelah ditemukan kandungan emas di wilayah tersebut.
Total ada kawasan seluas 250 hektar yang ditambang oleh para pendatang.
Awalnya ada sekitar 100 penambang tradisional. Lambat-lan jumlahnya berlipat-lipat hingga 6.000 orang.
Sejumlah laporan menyebutkan, penambangan di Gunung Botak berlangsung liar, tanpa izin, yang puncaknya ditandai kehadiran ribuan penambang liar dari berbagai daerah Indonesia, mulai Jawa, Sumatra, Sulawesi dan Ambon.
Mereka mendirikan ratusan tenda di sekitar lokasi penambangan.
"Tanah itu merupakan tanah ulayat warga setempat, yang disebut sebagai orang gunung. Karena mereka tidak mau diatur pemerintah, sering terjadi perkelahian di atas tanah itu," kata Kahumas Polda AKBP Johanis Huwae kepada wartawan BBC Indonesia, Kamis (6/12/2012).
Baca juga: Sisir Gunung Botak, Polisi Musnahkan Puluhan Bak Rendaman dan Tenda Penambang Liar
Pada 2018 diberitakan, kepala puskesmas tersebut meninggalkan tugasnya selama bertahun-tahun demi menambang emas di kawasan Gunung Botak.
“Kepala puskesmas tidak pernah lagi bertugas di puskesmas sejak beberapa tahun terakhir ini,” kata Kepala Desa Kaiely, Umar Taramun kepada wartawan di kantor Desa Kaiely, Kamis (19/4/2018).
Baca juga: Demi Emas di Gunung Botak, Kepala Puskesmas Tinggalkan Tugas Bertahun-tahun
Yamin disebutkan telah memiliki tempat pengolahan emas di kawasan tersebut.
Bak rendaman sendiri merupakan salah satu metode pengolahan emas secara ilegal dengan menggunakan zat mercuri.
Menurut warga, sejak pengolahan emas menggunakan zat mercuri, saat itulah Yamin mulai meninggalkan tugasnya dan memilih beraktivitas di Gunung Botak.
“Sudah lama sekali, sejak sistem tong dan rendaman mulai marak saat itu dia sudah mulai beraktivitas di Gunung Botak,” ujar Umar.
Baca juga: Kapolda Maluku: Kalau Mau Tergiur Suap di Gunung Botak, Kapolda Bisa Kaya
Pada tahun 2012, bentrokan terjadi antara para penambang dengan penduduk asli yang menewaskan dua orang.
Bentrokan yang terjadi pada Selasa, 4 Desember 2012 dilatari perebutan lahan penambangan antara penduduk asli dengan para penambang yang berasal dari luar Pulau Buru, seperti Jawa, Sulawesi, serta Ambon.
Konflik itu bukan yang pertama. Dengan adanya ribuan penambang, konflik fisik kerap terjadi di lokasi tambang selama kawasan tersebut didatangi oleh banyak orang.
Baca juga: Polisi Tangkap 4 Penambang Emas Liar di Gunung Botak
Sementara itu pada tahun 2014 tercatat ada 3 penambang dibunuh di Gunung Botak. Ketiganya tewas secara terpisah dalam kondisi sangat menggenaskan dengan luka bacok di sekujur tubuhnya.
Dikutip dari BBC Indonesia, cerita mengenai adanya emas di Gunung Botak menyebar dengan cepat.
Dalam waktu cepat, orang-orang dari penjuru wilayah Indonesia datang untuk mengadu nasib.
Bahkan, perusahaan dari Cina dan Korea Selatan berdatangan dan membangun tempat pengolahan dan pemurnian mineral.
Baca juga: Kapolda Maluku Ancam Pecat Polisi yang Bekingi Penambangan Liar di Gunung Botak
Bahkan sempat terjadi kekurangan tenaga pengajar di Buru karena banyak guru yang meninggalkan murid-murid mereka demi segenggam emas.
Pada bulan November 2014, aparat keamanan dan pemerintah setempat turun tangan. Penambangan di tambang ilegal di Gunung Botak dilarang.
Tapi larangan itu diabaikan dan penggalian terus berlanjut. Dan nyaris tak ada tindakan.
Baca juga: 2 Penambang Ilegal Tewas Tertimbun di Gunung Botak
Menurut Ketua Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku, Costansius Kolatfeka pada tahun 2015 lalu, penutupan lokasi tambang emas tersebut sudah dilakukan lebih dari 25 kali. Namun, setelah penertiban, aktivitas kembali berulang.
”Mau jadi apa kalau perintah Bapak Presiden saja tidak dituruti oleh orang-orang di daerah. Presiden adalah simbol negara dan semua yang ada di bawahnya harus tunduk,” katanya.
Beberapa komoditas perikanan yang rentan terdampak merkuri adalah kerang dan kepiting. Kedua komoditas itu cenderung menetap dengan ruang gerak terbatas.
”Kami belum tahu seberapa banyak sampel ikan yang diambil dari pinggiran pantai dan sebarannya untuk dapat mendeteksi kandungan merkuri di perairan,” ujarnya, Kamis (12/11/2015).
Baca juga: Pedagang Asal Kolaka Tewas Dibacok di Gunung Botak
Sementara itu untuk mendapatkan emas, bongkahan batu atau pasir yang diyakini mengandung logam mulia dihancurkan dalam air.
Lalu merkuri ditambahkan ke dalam campuran sehingga melebur dengan emas. Senyawa yang dihasilkan akan terekstrasi dari air dan bahan limbah. Merkuri kemudian dibakar sehingga menciptakan emas.
Penambang emas skala kecil beroperasi di lebih dari 70 negara, dan limbah merkuri adalah salah satu sumber terbesar polusi di dunia.
Baca juga: Penambang Emas Ilegal Asal Lombok Tewas Dibacok di Gunung Botak
Uap dari merkuri tetap ada di udara hingga 18 bulan, kata Yuyun Ismawati, pemerhati lingkungan dari organisasi Bali Fokus dikutip dari BBC Indonesia.
Menghirupnya dapat menyebabkan pusing dan merusak paru-paru dalam jangka panjang.
Air limbah yang terkontaminasi merkuri mengalir ke sungai dan masuk ke tanah. Rantai makanan pun terkontaminasi - ikan, ayam, kambing dan sapi semua dapat terkena racunnya.
Baca juga: Gubernur Maluku: Tambang Emas di Gunung Botak Tidak Bisa Ditutup
Efek keracunan merkuri pada anak-anak dan orang tua dapat terlihat dengan cepat. Bagi ibu hamil ada peningkatan risiko keguguran, atau lahirnya anak-anak yang cacat.
Silikosis, TBC, kecelakaan kerja dan infeksi saluran pernapasan adalah kasus-kasus yang umum terjadi akibat dampak dari merkuri.
“Dalam jangka panjang, banyak orang tidak bisa lagi bekerja karena sakit parah atau cacat,” kata Yuyun Ismawati.
Baca juga: Diduga Terjadi Pencemaran, Polisi Tutup Operasi Perusahan Tambang di Gunung Botak
Jumlah tenda yang dibakar mencapai ribuan buah, sementara ribuan tenda lainnya masih berdiri namun dalam keadaan kosong karena sudah ditinggal penghunnya.
Pembakaran ribuan tenda dan tempat pengolahan emas para penambang ilegal ini membuat asap pekat langsung membumbung diudara hinga menyelimuti langit di atas kawasan Gunung Botak dan sekitarnya.
Baca juga: Ribuan Penambang Emas Ilegal Kembali Masuk ke Gunung Botak
Ardin salah seorang penambang asal Sulawesi mengaku sangat kecewa dengan aksi pembongkaran dan pembakaran terhadap tenda-tenda tempat berjualan dan tempat tinggal mereka.
Dia mengaku aksi tersebut tidak manusiawi karena tidak mempertimbangkan untung rugi dari masyarakat.
"Ada barang-barang kita yang juga terbakar, banyak di sini yang barangnya terbakar habis kasihan kita tahu kita salah tapi berikan kami kesempatan untuk mengeluarkan semua barang dulu baru dibongkar," katanya.
Baca juga: 20 Hektar Lahan Disiapkan untuk Tampung Sedimen Sianida di Gunung Botak
Sementara itu sejak kawasan tambang tersebut ada sejak 2011, praktik prostitusi pun mulai berjalan.
Tidak tahu siapa yang mendatangkan para penjaja seks komersial (PSK) ini ke kawasan tersebut. Namun faktanya, banyak di antara PSK yang datang ke Gunung Botak umumnya masih di bawah umur.
Salah seorang PSK yang ditemui di jalur D kawasan Gunung Botak mengaku tuntutan hidup menjadi alasan mengapa dia nekat datang ke Pulau Buru.
Baca juga: Ditemukan, Tempat Pijat dan Karaoke Usai Penambang Liar Tinggalkan Gunung Botak
”Saya diajak oleh teman untuk datang ke sini, karena waktu itu dia bilang banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang di sini,” kata wanita berinisial WS itu kepada Kompas.com tahun 2015 lalu.
Ia bercerita tiba di kawasan tersebut pada tahun 2012 dan menyewa kamar bersama rekannya. Karena tak memiliki keahlian, WS pun memilih jalan pintas menjadi PSK untuk bertahan hidup.
Sehari, ia melayani hingga 10 pria dan setiap kencan, tamu harus membayar Rp 500.000 hingga Rp 750.000.
Baca juga: Cerita Para Pekerja Seks yang Kini Banting Harga di Kawasan Gunung Botak
”Mau bagaimana lagi? Ya terpaksa pulang saja dulu,” kata dia.
Seperti cerita yang berulang. Pada tahun 2017, ribuan penambang ilegal kembali masuk ke Gunung Botak, Pulau Buru.
“Sudah banyak penambang di gunung Botak saat ini, jumahnya lebih dari 2.000 orang, tapi bagusnya tanyakan langsung saja kepada Kepala Dinas,” kata salah seorang pejabat di Dinas ESDM Kabupaten Buru yang engan menyebutkan identitasnya saat dihubungi dari Ambon, Kamis (12/1/2017).
Baca juga: Ratusan Kios Milik Penambang di Gunung Botak Juga Dibakar
Dia mengaku, kondisi di Gunung Botak sudah sama seperti beberapa tahun lalu sebelum aparat keamanan menutup lokasi tersebut.
”Keadaan saat ini sama seperti beberapa tahun lalu sebelum ditutup, jadi ramai sekali dengan aktivitas penambangan, tenda-tenda juga terus dibangun,” katanya.
Bertahun-tahun berlalu, konflik di Gunung Botak belum juga menemukan kata akhir.
Pada tahun 2019, arel tambang milik perusahaan pengolahan emas ditutup oleh Bareskrim Mabes Polri. Termasuk juga menangkap penyalur sianida di Gunung Botak.
Baca juga: Tak Ingin Temuan Emas di Tamilow Seperti Gunung Botak, Warga Tolak Kunjungan Orang Luar
Penertiban kawasan Gunung Botak kembali dilakukan setelah para penambang ilegal kembali memasuki kawasan itu.
“Saat penertiban dilakukan, ada sebanyak 19 penambang ilegal yang berhasil ditangkap,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat kepada Kompas.com, Selasa (25/5/2021).
Ia mengatakan belasan penambang ilegal itu ditangkap karena kedapatan menggunakan bahan kimia berupa sianida dan merkuri untuk mengeruk emas di Gunung Botak.
Baca juga: Kapolda Pimpin Personel Gabungan Tutup Tambang Ilegal Gunung Botak
Dalam operasi penertiban itu, polisi membakar tenda yang didirikan para penambang. Sejumlah peralatan yang dipakai para penambang ilegal juga dibakar.
Roem mengatakan masalah Gunung Botak tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat kepolisian tetapi juga semua pihak termasuk pemerintah daerah.
Menurutnya, persoalan yang terjadi di Gunung Botak tidak hanya terkait keamaan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), tetapi yang paling utama persoalan lingkungan dan sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Rahmat Rahman Patty | Editor : Farid Assifa, Dheri Agriesta), BBC Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.