Ia mengaku setiap masuk pos penjagaan wajim membayar upeti Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per orang. Terkadang penagihan dilakukan per bulan dengan total Rp 350.000.
Sementara itu sejak kawasan tambang tersebut ada sejak 2011, praktik prostitusi pun mulai berjalan.
Tidak tahu siapa yang mendatangkan para penjaja seks komersial (PSK) ini ke kawasan tersebut. Namun faktanya, banyak di antara PSK yang datang ke Gunung Botak umumnya masih di bawah umur.
Salah seorang PSK yang ditemui di jalur D kawasan Gunung Botak mengaku tuntutan hidup menjadi alasan mengapa dia nekat datang ke Pulau Buru.
Baca juga: Ditemukan, Tempat Pijat dan Karaoke Usai Penambang Liar Tinggalkan Gunung Botak
”Saya diajak oleh teman untuk datang ke sini, karena waktu itu dia bilang banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang di sini,” kata wanita berinisial WS itu kepada Kompas.com tahun 2015 lalu.
Ia bercerita tiba di kawasan tersebut pada tahun 2012 dan menyewa kamar bersama rekannya. Karena tak memiliki keahlian, WS pun memilih jalan pintas menjadi PSK untuk bertahan hidup.
Sehari, ia melayani hingga 10 pria dan setiap kencan, tamu harus membayar Rp 500.000 hingga Rp 750.000.
Baca juga: Cerita Para Pekerja Seks yang Kini Banting Harga di Kawasan Gunung Botak
”Mau bagaimana lagi? Ya terpaksa pulang saja dulu,” kata dia.
Seperti cerita yang berulang. Pada tahun 2017, ribuan penambang ilegal kembali masuk ke Gunung Botak, Pulau Buru.
“Sudah banyak penambang di gunung Botak saat ini, jumahnya lebih dari 2.000 orang, tapi bagusnya tanyakan langsung saja kepada Kepala Dinas,” kata salah seorang pejabat di Dinas ESDM Kabupaten Buru yang engan menyebutkan identitasnya saat dihubungi dari Ambon, Kamis (12/1/2017).
Baca juga: Ratusan Kios Milik Penambang di Gunung Botak Juga Dibakar
Dia mengaku, kondisi di Gunung Botak sudah sama seperti beberapa tahun lalu sebelum aparat keamanan menutup lokasi tersebut.
”Keadaan saat ini sama seperti beberapa tahun lalu sebelum ditutup, jadi ramai sekali dengan aktivitas penambangan, tenda-tenda juga terus dibangun,” katanya.
Bertahun-tahun berlalu, konflik di Gunung Botak belum juga menemukan kata akhir.
Pada tahun 2019, arel tambang milik perusahaan pengolahan emas ditutup oleh Bareskrim Mabes Polri. Termasuk juga menangkap penyalur sianida di Gunung Botak.
Baca juga: Tak Ingin Temuan Emas di Tamilow Seperti Gunung Botak, Warga Tolak Kunjungan Orang Luar
Penertiban kawasan Gunung Botak kembali dilakukan setelah para penambang ilegal kembali memasuki kawasan itu.
“Saat penertiban dilakukan, ada sebanyak 19 penambang ilegal yang berhasil ditangkap,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat kepada Kompas.com, Selasa (25/5/2021).
Ia mengatakan belasan penambang ilegal itu ditangkap karena kedapatan menggunakan bahan kimia berupa sianida dan merkuri untuk mengeruk emas di Gunung Botak.
Baca juga: Kapolda Pimpin Personel Gabungan Tutup Tambang Ilegal Gunung Botak
Dalam operasi penertiban itu, polisi membakar tenda yang didirikan para penambang. Sejumlah peralatan yang dipakai para penambang ilegal juga dibakar.
Roem mengatakan masalah Gunung Botak tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat kepolisian tetapi juga semua pihak termasuk pemerintah daerah.
Menurutnya, persoalan yang terjadi di Gunung Botak tidak hanya terkait keamaan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), tetapi yang paling utama persoalan lingkungan dan sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Rahmat Rahman Patty | Editor : Farid Assifa, Dheri Agriesta), BBC Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.