Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Emas di Gunung Botak Pulau Buru

Kompas.com - 06/08/2021, 10:30 WIB
Rachmawati

Editor

Bahkan sempat terjadi kekurangan tenaga pengajar di Buru karena banyak guru yang meninggalkan murid-murid mereka demi segenggam emas.

Pada bulan November 2014, aparat keamanan dan pemerintah setempat turun tangan. Penambangan di tambang ilegal di Gunung Botak dilarang.

Tapi larangan itu diabaikan dan penggalian terus berlanjut. Dan nyaris tak ada tindakan.

Baca juga: 2 Penambang Ilegal Tewas Tertimbun di Gunung Botak

Menurut Ketua Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku, Costansius Kolatfeka pada tahun 2015 lalu, penutupan lokasi tambang emas tersebut sudah dilakukan lebih dari 25 kali. Namun, setelah penertiban, aktivitas kembali berulang.

”Mau jadi apa kalau perintah Bapak Presiden saja tidak dituruti oleh orang-orang di daerah. Presiden adalah simbol negara dan semua yang ada di bawahnya harus tunduk,” katanya.

Dugaan kandungan mercuri yang tinggi

Sementara itu Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo pada 2015 lalu mengatakan pihaknya masih akan mengecek indikasi kandungan merkuri dalam ikan sebagai dampak aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak.

Beberapa komoditas perikanan yang rentan terdampak merkuri adalah kerang dan kepiting. Kedua komoditas itu cenderung menetap dengan ruang gerak terbatas.

”Kami belum tahu seberapa banyak sampel ikan yang diambil dari pinggiran pantai dan sebarannya untuk dapat mendeteksi kandungan merkuri di perairan,” ujarnya, Kamis (12/11/2015).

Baca juga: Pedagang Asal Kolaka Tewas Dibacok di Gunung Botak

Sementara itu untuk mendapatkan emas, bongkahan batu atau pasir yang diyakini mengandung logam mulia dihancurkan dalam air.

Lalu merkuri ditambahkan ke dalam campuran sehingga melebur dengan emas. Senyawa yang dihasilkan akan terekstrasi dari air dan bahan limbah. Merkuri kemudian dibakar sehingga menciptakan emas.

Penambang emas skala kecil beroperasi di lebih dari 70 negara, dan limbah merkuri adalah salah satu sumber terbesar polusi di dunia.

Baca juga: Penambang Emas Ilegal Asal Lombok Tewas Dibacok di Gunung Botak

Personel kepolisian dan TNI berjaga di tempat penambangan emas ilegal yang ditutup di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Rabu (28/11/2018). Polres Pulau Buru menyegel sejumlah tempat penambangan ilegal yang beroperasi dengan menggunakan merkuri dan sianida di Gunung Botak.ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA Personel kepolisian dan TNI berjaga di tempat penambangan emas ilegal yang ditutup di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Rabu (28/11/2018). Polres Pulau Buru menyegel sejumlah tempat penambangan ilegal yang beroperasi dengan menggunakan merkuri dan sianida di Gunung Botak.
Merkuri sangat beracun dan dapat menyumbat pembuluh darah, merusak otak, ginjal dan paru-paru.

Uap dari merkuri tetap ada di udara hingga 18 bulan, kata Yuyun Ismawati, pemerhati lingkungan dari organisasi Bali Fokus dikutip dari BBC Indonesia.

Menghirupnya dapat menyebabkan pusing dan merusak paru-paru dalam jangka panjang.

Air limbah yang terkontaminasi merkuri mengalir ke sungai dan masuk ke tanah. Rantai makanan pun terkontaminasi - ikan, ayam, kambing dan sapi semua dapat terkena racunnya.

Baca juga: Gubernur Maluku: Tambang Emas di Gunung Botak Tidak Bisa Ditutup

Efek keracunan merkuri pada anak-anak dan orang tua dapat terlihat dengan cepat. Bagi ibu hamil ada peningkatan risiko keguguran, atau lahirnya anak-anak yang cacat.

Silikosis, TBC, kecelakaan kerja dan infeksi saluran pernapasan adalah kasus-kasus yang umum terjadi akibat dampak dari merkuri.

“Dalam jangka panjang, banyak orang tidak bisa lagi bekerja karena sakit parah atau cacat,” kata Yuyun Ismawati.

Baca juga: Diduga Terjadi Pencemaran, Polisi Tutup Operasi Perusahan Tambang di Gunung Botak

Pekerja seks, tempat pijat dan karaoke

Puluhan tokoh adat Pulau Buru mendesak Pemerintah Provinsi Maluku menertibkan kawasan Gunung Botak dari aktivitas penambangan ilegal di sana.Kompas.com/Rahmat Rahman Patty Puluhan tokoh adat Pulau Buru mendesak Pemerintah Provinsi Maluku menertibkan kawasan Gunung Botak dari aktivitas penambangan ilegal di sana.
Saat penutupan Gunung Botak pada tahun 2015, membakar tenda-tenda yang digunakan untuk tempat tinggal dan tempat usaha seperti rumah makan, warung kopi, tempat pijat dan karoke yang ada di kawasan itu.

Jumlah tenda yang dibakar mencapai ribuan buah, sementara ribuan tenda lainnya masih berdiri namun dalam keadaan kosong karena sudah ditinggal penghunnya.

Pembakaran ribuan tenda dan tempat pengolahan emas para penambang ilegal ini membuat asap pekat langsung membumbung diudara hinga menyelimuti langit di atas kawasan Gunung Botak dan sekitarnya.

Baca juga: Ribuan Penambang Emas Ilegal Kembali Masuk ke Gunung Botak

Ardin salah seorang penambang asal Sulawesi mengaku sangat kecewa dengan aksi pembongkaran dan pembakaran terhadap tenda-tenda tempat berjualan dan tempat tinggal mereka.

Dia mengaku aksi tersebut tidak manusiawi karena tidak mempertimbangkan untung rugi dari masyarakat.

"Ada barang-barang kita yang juga terbakar, banyak di sini yang barangnya terbakar habis kasihan kita tahu kita salah tapi berikan kami kesempatan untuk mengeluarkan semua barang dulu baru dibongkar," katanya.

Baca juga: 20 Hektar Lahan Disiapkan untuk Tampung Sedimen Sianida di Gunung Botak

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Ibu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pria Hidung Belang di Bengkulu

Ibu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pria Hidung Belang di Bengkulu

Regional
Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Regional
Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Regional
Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Regional
Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Regional
Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Regional
Jembatan Menuju Pos Pantau TNI AL di Pulau Sebatik Ambruk, DPRD Desak Segera Bangun Ulang

Jembatan Menuju Pos Pantau TNI AL di Pulau Sebatik Ambruk, DPRD Desak Segera Bangun Ulang

Regional
11 Tokoh Daftar Pilkada 2024 di Partai Golkar Gunungkidul, Ada Bupati Sunaryanta

11 Tokoh Daftar Pilkada 2024 di Partai Golkar Gunungkidul, Ada Bupati Sunaryanta

Regional
Penumpang Kapal di Nabire Kedapatan Bawa 1 Kg Ganja

Penumpang Kapal di Nabire Kedapatan Bawa 1 Kg Ganja

Regional
Pembunuhan di Wonogiri, Pelaku Kubur Jasad Kekasih di Pekarangan Rumah

Pembunuhan di Wonogiri, Pelaku Kubur Jasad Kekasih di Pekarangan Rumah

Regional
Kronologi Tentara Amerika Meninggal di Hutan Karawang, Sempat Terpisah Saat Survei Latihan Gabungan

Kronologi Tentara Amerika Meninggal di Hutan Karawang, Sempat Terpisah Saat Survei Latihan Gabungan

Regional
Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Regional
Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com