Bahkan sempat terjadi kekurangan tenaga pengajar di Buru karena banyak guru yang meninggalkan murid-murid mereka demi segenggam emas.
Pada bulan November 2014, aparat keamanan dan pemerintah setempat turun tangan. Penambangan di tambang ilegal di Gunung Botak dilarang.
Tapi larangan itu diabaikan dan penggalian terus berlanjut. Dan nyaris tak ada tindakan.
Baca juga: 2 Penambang Ilegal Tewas Tertimbun di Gunung Botak
Menurut Ketua Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku, Costansius Kolatfeka pada tahun 2015 lalu, penutupan lokasi tambang emas tersebut sudah dilakukan lebih dari 25 kali. Namun, setelah penertiban, aktivitas kembali berulang.
”Mau jadi apa kalau perintah Bapak Presiden saja tidak dituruti oleh orang-orang di daerah. Presiden adalah simbol negara dan semua yang ada di bawahnya harus tunduk,” katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo pada 2015 lalu mengatakan pihaknya masih akan mengecek indikasi kandungan merkuri dalam ikan sebagai dampak aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak.
Beberapa komoditas perikanan yang rentan terdampak merkuri adalah kerang dan kepiting. Kedua komoditas itu cenderung menetap dengan ruang gerak terbatas.
”Kami belum tahu seberapa banyak sampel ikan yang diambil dari pinggiran pantai dan sebarannya untuk dapat mendeteksi kandungan merkuri di perairan,” ujarnya, Kamis (12/11/2015).
Baca juga: Pedagang Asal Kolaka Tewas Dibacok di Gunung Botak
Sementara itu untuk mendapatkan emas, bongkahan batu atau pasir yang diyakini mengandung logam mulia dihancurkan dalam air.
Lalu merkuri ditambahkan ke dalam campuran sehingga melebur dengan emas. Senyawa yang dihasilkan akan terekstrasi dari air dan bahan limbah. Merkuri kemudian dibakar sehingga menciptakan emas.
Penambang emas skala kecil beroperasi di lebih dari 70 negara, dan limbah merkuri adalah salah satu sumber terbesar polusi di dunia.
Baca juga: Penambang Emas Ilegal Asal Lombok Tewas Dibacok di Gunung Botak
Uap dari merkuri tetap ada di udara hingga 18 bulan, kata Yuyun Ismawati, pemerhati lingkungan dari organisasi Bali Fokus dikutip dari BBC Indonesia.
Menghirupnya dapat menyebabkan pusing dan merusak paru-paru dalam jangka panjang.
Air limbah yang terkontaminasi merkuri mengalir ke sungai dan masuk ke tanah. Rantai makanan pun terkontaminasi - ikan, ayam, kambing dan sapi semua dapat terkena racunnya.
Baca juga: Gubernur Maluku: Tambang Emas di Gunung Botak Tidak Bisa Ditutup
Efek keracunan merkuri pada anak-anak dan orang tua dapat terlihat dengan cepat. Bagi ibu hamil ada peningkatan risiko keguguran, atau lahirnya anak-anak yang cacat.
Silikosis, TBC, kecelakaan kerja dan infeksi saluran pernapasan adalah kasus-kasus yang umum terjadi akibat dampak dari merkuri.
“Dalam jangka panjang, banyak orang tidak bisa lagi bekerja karena sakit parah atau cacat,” kata Yuyun Ismawati.
Baca juga: Diduga Terjadi Pencemaran, Polisi Tutup Operasi Perusahan Tambang di Gunung Botak
Jumlah tenda yang dibakar mencapai ribuan buah, sementara ribuan tenda lainnya masih berdiri namun dalam keadaan kosong karena sudah ditinggal penghunnya.
Pembakaran ribuan tenda dan tempat pengolahan emas para penambang ilegal ini membuat asap pekat langsung membumbung diudara hinga menyelimuti langit di atas kawasan Gunung Botak dan sekitarnya.
Baca juga: Ribuan Penambang Emas Ilegal Kembali Masuk ke Gunung Botak
Ardin salah seorang penambang asal Sulawesi mengaku sangat kecewa dengan aksi pembongkaran dan pembakaran terhadap tenda-tenda tempat berjualan dan tempat tinggal mereka.
Dia mengaku aksi tersebut tidak manusiawi karena tidak mempertimbangkan untung rugi dari masyarakat.
"Ada barang-barang kita yang juga terbakar, banyak di sini yang barangnya terbakar habis kasihan kita tahu kita salah tapi berikan kami kesempatan untuk mengeluarkan semua barang dulu baru dibongkar," katanya.
Baca juga: 20 Hektar Lahan Disiapkan untuk Tampung Sedimen Sianida di Gunung Botak