Setelah itu, Suryadi diajak MD ke rumah S, warga yang hendak membeli tanah tersebut.
Sesampainya di rumah pembeli S, Suryadi diperlihatkan uang Rp 50 juta sebagai tanda jadi.
"Namun itu yang diserahkan hanya Rp 30 juta, dan yang Rp 20 juta disimpan S, katanya untuk jaga-jaga kalau ada keperluan lain," ungkapnya.
Suryadi lalu diminta menandatangani kuitansi tanda jadi yang dibuat S.
Namun, ketika sudah ditandatangani, fotokopi kuitansi itu tidak diberikan kepada Surayadi.
"Ternyata di kuintasi itu ada tambahan tulisan, kalau pembeli membatalkan maka uang tanda jadi hilang, namun kalau penjual yang membatalkan harus mengganti tiga hingga 10 kali lipat," paparnya.
Menurut Yohanes, kliennya membatalkan tanda jadi karena ada kejanggalan yang ditemukannya, yaitu setelah proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Saat itu, dokumen yang sudah jadi ternyata tidak sesuai dengan kesepakatan awal, yaitu harga jual Rp 900.000 per meter persegi, namun oleh MD dan S dianggap menjual Rp 900 juta untuk seluruh luasan tanah.
"Karena itu, Suryadi membatalkan perjanjian jual belinya. Dia juga berniat mengembalikan tanda jadi," ungkapnya.
Baca juga: Perangkat Desa di Boyolali Dibakar Hidup-hidup, Berawal Jual Beli Tanah