Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syantikara, Shelter Lintas Iman di Yogyakarta Bagi Pasien Covid-19 yang Butuh Tempat Isolasi Mandiri

Kompas.com - 31/07/2021, 21:26 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Prihatin karena angka penularan Covid-19 di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta masih tinggi dibarengi dengan banyaknya warga yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri secara baik, Provinsial Kongregasi Carolus Borromeus (CB) berinisiatif mendirikan shelter bagi warga yang hendak isolasi mandiri.

Sebanyak 82 kamar yang ada di Rumah Pembinaan Carolus Borromeus Syantikara beralih fungsi menjadi shelter pasien Covid-19.

Kamar-kamar itu terbagi pada beberapa bangunan yang terpisah.

Gedung-gedung yang digunakan untuk isolasi jendela dan pintu selalu terbuka, bertujuan agar sirkulasi udara di setiap gedung mengalir dengan baik.

Baca juga: Tiga Hari Berjuang Melawan Corona, Anggota Satgas Covid-19 di Wonogiri Meninggal

Di bagian tengah terdapat halaman kosong yang digunakan untuk berjemur pasien Covid-19 pada pagi hari. 

Dewan Penasehat Shelter Syantikara Ambrosius Koesmargono mengatakan, kamar yang tersedia untuk pasien isolasi sebanyak 82.

Setiap kamar memiliki 2 tempat tidur sehingga kapasitas shelter sebanyak 164 kamar tidur.

“Shelter resmi dibuka pada tanggal 1 Agustus 2021, tetapi untuk uji coba kesiapan kami mulai membuka sebagian kecil untuk isolasi. Shelter ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri di rumah atau bagi pasien yang lingkungannya tidak memungkinkan, lebih baik isolasi di shelter,” katanya saat ditemui di Shelter Syantikara Colombo, Caturtunggal, Depok Sleman, Jumat (30/7/2021).

Ia menambahkan, sebelum shelter resmi dibuka sudah ada beberapa pasien yang mendaftar untuk menjalani isolasi mandiri di Syantikara. 

"Sudah ada yang waiting list, begitu resmi dibuka mereka langsung masuk," kata dia.

Baca juga: Pengakuan Pelanggan yang Ludahi Petugas PLN: Dia Keluarkan Statement yang Buat Saya Sedih

Koes sapaannya menjelaskan, awal mula ide shelter ini berasal dari Keuskupan Agung Semarang. Hingga akhirnya muncul kolaborasi untuk operasional secara keseluruhan. 

Shelter Syantikara ini tidak bergerak sendiri tetapi juga berkolaborasi dengan organisasi lainnya seperti Srikandi Lintas Iman, Gusdurian, Solidaritas Perempuan hingga bekerja sama dengan civitas akademika di Yogyakarta. 

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Panti Rapih ini menjelaskan Shelter Syantikara ini bukanlah shelter yang eksklusif tetapi shelter ini menerima pasien dengan latar belakang apapun.

“Jadi, shelter ini enggak harus beragama Katolik, Kristen. Tetapi semuanya bisa menjalani isolasi di sini, termasuk relawan yang ikut membantu di sini. Kami disatukan oleh rasa keprihatinan yang sama untuk berbela rasa dan ambil bagian untuk Indonesia sehat,” kata dia.

Koes memastikan bagi pasien yang melakukan isolasi di shelter ini gratis tidak dipungut biaya, karena seluruhnya sudah ditanggung oleh Provinsial Kongregasi CB.

Tidak hanya makanan, suplemen dan obat-obatan juga diberikan kepada para pasien.

Untuk mengawasi kondisi pasien, Shelter Syantikara menyiapkan tenaga kesehatan (nakes) dan setiap harinya satu dokter akan memeriksa pasien, termasuk melakukan pemeriksaan tahap akhir sebelum pasien pulang untuk memastikan tidak ada gejala setelah menjalani isolasi.

"Selain dokter kami juga ada psikolog dan psikiater, di sini sudah terintegrasi dengan rumah sakit. Seperti Panti Rapih, Panti Rini, Panti Nugroho dan Stikes. Shelter ini gratis,” ungkapnya.\

Baca juga: Kepala BNPB Dorong Warga Lakukan Isolasi Terpusat di Shelter: Semua Sudah Disiapkan

Ketua II Gugus Tugas Covid-19 Shelter Syantikara Agus Wijanarko menyampaikan, Shelter Syantikara telah berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Sleman.

Shelter Syantikara juga masuk dalam pendataan Dinas Sosial DI Yogyakarta.

Ia menyampaikan shelter ini diperuntukkan bagi pasien yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala.

Pasien yang akan menjalani isolasi di Syantikara diimbau untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Depok 1, Puskesmas Depok 2, atau Puskesmas Depok 3.

Selain dari ketiga puskesmas tersebut, pasien bisa membawa hasil pemeriksaan dari rumah sakit jejaring Yayasan Panti Rapih.

"Jadi dikhususkan bagi pasien yang tidak bisa isoman di rumah. Entah karena keterbatasan rumahnya kecil atau keterbatasan pelayanan makanan," kata Agus.

Untuk mencegah kondisi perburukan pasien selama isolasi di Syantikara, pihaknya selalu berkoordinasi dengan rumah sakit rujukan Covid-19, tentunya berdasarkan pemeriksaan kesehatan berkala maupun muncul keluhan dari pasien Covid-19.

Selama isolasi, pasien diminta untuk patuh pada aturan yang berlaku terutama soal aturan mobilitas dan bersedia beraktivitas secara mandiri.

Pihaknya juga telah menyusun jadwal harian pasien seperti berjemur maupun olahraga pada pagi hari.

"Apabila tanpa gejala maka isolasi minimal 10 hari sejak pengambilan spesimen. Kalau gejala ringan selama 10 hari ditambah 3 hari. Selesai isolasi dapat surat keterangan selesai isolasi," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga Depresi Tak Mampu Cukupi Kebutuhan Keluarga, Pria di Nunukan Nekat Gantung Diri, Ditemukan oleh Anaknya Sendiri

Diduga Depresi Tak Mampu Cukupi Kebutuhan Keluarga, Pria di Nunukan Nekat Gantung Diri, Ditemukan oleh Anaknya Sendiri

Regional
Sikapi Pelecehan Seksual di Kampus, Mahasiswa Universitas Pattimura Gelar Aksi Bisu

Sikapi Pelecehan Seksual di Kampus, Mahasiswa Universitas Pattimura Gelar Aksi Bisu

Regional
Isi BBM, Honda Grand Civic Hangus Terbakar di SPBU Wonogiri, Pemilik Alami Luka Bakar

Isi BBM, Honda Grand Civic Hangus Terbakar di SPBU Wonogiri, Pemilik Alami Luka Bakar

Regional
Kartu ATM Tertinggal, Uang Rp 5 Juta Milik Warga NTT Ludes

Kartu ATM Tertinggal, Uang Rp 5 Juta Milik Warga NTT Ludes

Regional
Jadwal Kereta Majapahit Ekonomi dan Harga Tiket Malang-Pasar Senen PP

Jadwal Kereta Majapahit Ekonomi dan Harga Tiket Malang-Pasar Senen PP

Regional
Dianggarkan Rp 30 M, Pembangunan Tanggul Permanen Sungai Wulan Demak Ditarget Kelar Pertengahan 2024

Dianggarkan Rp 30 M, Pembangunan Tanggul Permanen Sungai Wulan Demak Ditarget Kelar Pertengahan 2024

Regional
Penumpang Kapal Terjebak 5 Jam di Merak, BPTD Akan Tegur Operator ASDP

Penumpang Kapal Terjebak 5 Jam di Merak, BPTD Akan Tegur Operator ASDP

Regional
Raih Gelar S3 dengan IPK sempurna, Mbak Ita Bakal Ikut Wisuda Ke-174 Undip Semarang

Raih Gelar S3 dengan IPK sempurna, Mbak Ita Bakal Ikut Wisuda Ke-174 Undip Semarang

Regional
Pelaku Penusukan Mantan Istri di Semarang Dibekuk, Kaki Kanannya Ditembak

Pelaku Penusukan Mantan Istri di Semarang Dibekuk, Kaki Kanannya Ditembak

Regional
Debt Collector dan Korban Pengadangan di Pekanbaru Berdamai

Debt Collector dan Korban Pengadangan di Pekanbaru Berdamai

Regional
Mantan Pj Bupati Sorong Divonis 1 Tahun 10 Bulan dalam Kasus Korupsi

Mantan Pj Bupati Sorong Divonis 1 Tahun 10 Bulan dalam Kasus Korupsi

Regional
Alasan Golkar Lirik Irjen Ahmad Luthfi Maju di Pilgub Jateng 2024

Alasan Golkar Lirik Irjen Ahmad Luthfi Maju di Pilgub Jateng 2024

Regional
Tarik Minat Siswa Belajar Bahasa Jawa, Guru SMP di Cilacap Gunakan Permainan Ular Tangga

Tarik Minat Siswa Belajar Bahasa Jawa, Guru SMP di Cilacap Gunakan Permainan Ular Tangga

Regional
Pj Gubernur Al Muktabar Tegaskan Bank Banten Punya Performa Baik dan Sehat

Pj Gubernur Al Muktabar Tegaskan Bank Banten Punya Performa Baik dan Sehat

Regional
Demam Berdarah di Demak Mengkhawatirkan, Pasien di RSUD Sunan Kalijaga Terus Meningkat

Demam Berdarah di Demak Mengkhawatirkan, Pasien di RSUD Sunan Kalijaga Terus Meningkat

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com