YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Prihatin karena angka penularan Covid-19 di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta masih tinggi dibarengi dengan banyaknya warga yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri secara baik, Provinsial Kongregasi Carolus Borromeus (CB) berinisiatif mendirikan shelter bagi warga yang hendak isolasi mandiri.
Sebanyak 82 kamar yang ada di Rumah Pembinaan Carolus Borromeus Syantikara beralih fungsi menjadi shelter pasien Covid-19.
Kamar-kamar itu terbagi pada beberapa bangunan yang terpisah.
Gedung-gedung yang digunakan untuk isolasi jendela dan pintu selalu terbuka, bertujuan agar sirkulasi udara di setiap gedung mengalir dengan baik.
Baca juga: Tiga Hari Berjuang Melawan Corona, Anggota Satgas Covid-19 di Wonogiri Meninggal
Di bagian tengah terdapat halaman kosong yang digunakan untuk berjemur pasien Covid-19 pada pagi hari.
Dewan Penasehat Shelter Syantikara Ambrosius Koesmargono mengatakan, kamar yang tersedia untuk pasien isolasi sebanyak 82.
Setiap kamar memiliki 2 tempat tidur sehingga kapasitas shelter sebanyak 164 kamar tidur.
“Shelter resmi dibuka pada tanggal 1 Agustus 2021, tetapi untuk uji coba kesiapan kami mulai membuka sebagian kecil untuk isolasi. Shelter ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri di rumah atau bagi pasien yang lingkungannya tidak memungkinkan, lebih baik isolasi di shelter,” katanya saat ditemui di Shelter Syantikara Colombo, Caturtunggal, Depok Sleman, Jumat (30/7/2021).
Ia menambahkan, sebelum shelter resmi dibuka sudah ada beberapa pasien yang mendaftar untuk menjalani isolasi mandiri di Syantikara.
"Sudah ada yang waiting list, begitu resmi dibuka mereka langsung masuk," kata dia.
Baca juga: Pengakuan Pelanggan yang Ludahi Petugas PLN: Dia Keluarkan Statement yang Buat Saya Sedih
Koes sapaannya menjelaskan, awal mula ide shelter ini berasal dari Keuskupan Agung Semarang. Hingga akhirnya muncul kolaborasi untuk operasional secara keseluruhan.
Shelter Syantikara ini tidak bergerak sendiri tetapi juga berkolaborasi dengan organisasi lainnya seperti Srikandi Lintas Iman, Gusdurian, Solidaritas Perempuan hingga bekerja sama dengan civitas akademika di Yogyakarta.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Panti Rapih ini menjelaskan Shelter Syantikara ini bukanlah shelter yang eksklusif tetapi shelter ini menerima pasien dengan latar belakang apapun.
“Jadi, shelter ini enggak harus beragama Katolik, Kristen. Tetapi semuanya bisa menjalani isolasi di sini, termasuk relawan yang ikut membantu di sini. Kami disatukan oleh rasa keprihatinan yang sama untuk berbela rasa dan ambil bagian untuk Indonesia sehat,” kata dia.
Koes memastikan bagi pasien yang melakukan isolasi di shelter ini gratis tidak dipungut biaya, karena seluruhnya sudah ditanggung oleh Provinsial Kongregasi CB.