"Jauh beda banget, dulu dalam satu bulan bisa mendapat sampai Rp 40 juta, sekarang satu bulan paling Rp 1 juta. Alhamdulillah masih bisa makan," kata Apit.
Tak berbeda dengan Apit, Heri Nursinto yang kini menjabat sebagai Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Kabupaten Banyumas ini juga mengalami hal yang sama.
"Banyak teman yang menyesalkan kenapa kita tidak punya kerjaan lain, tapi siapa yang menyangka akan seperti ini. Kita (sebelumnya) yakin betul dengan pariwisata tidak akan mati," kata Heri.
Ia telah terjun ke dunia pariwisata sebagai tour guide sejak 1995. Dan itu menjadi satu-satunya mata pencaharian untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya.
Heri mengaku hanya bisa bertahan empat bulan pertama sejak pandemi. Bulan selanjutnya, ia terpaksa menjual mobil yang masih diangsur.
Hasil penjualan mobil digunakan untuk menutup amgsuran, sisanya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
"Awal-awal masih bisa bertahan, ada tabungan. Tapi saya mulai berpikir realistis, saya mulai jualan online lewat WhatasApp, jualan apa saja, aksesoris dan lain-lain," kata Heri.
Selain itu, ia juga mencoba membuat warung sembako kecil di depan rumahnya.
Namun, usahanya juga penuh tantangan. Pada saat yang hampir bersamaan tetangganya juga membuka warung serupa.
"Sekarang banyak yang jualan juga, karena sama-sama terdampak," ujar Heri.
Pria lulusan Fakultas Hukum ini mengaku pendapatannya saat ini hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Saya ini cuma tour guide, dulu sebulan bisa Rp 6-7 juta. Sekarang mungkin hanya 10 persennya, untuk makan saja tidak cukup," kata Heri.
Penghasilannya saat ini juga membuatnya tak mampu lagi membayar premi beberapa asuransi jiwa dan kesehatan.
"Saya dulu punya beberapa asuransi, sudah saya matikan semuanya. Sekarang kasih istri Rp 500.000 saja berat, dulu sebulan saya bisa kasih Rp 2 juta," ungkap Heri.
Dengan kondisi yang sangat sulit ini, Apit dan Heri hanya berharap agar pemerintah menyesuaikan aturan PPKM agar sektor pariwisata bisa bergerak.
"Bukan saya malas, saya tetap berusaha, tapi semakin ke sini semakin terhimpit. Saya jualan apa saja, saya juga menerima jasa titip pembelian barang (jastip). Untung Rp 10.000-Rp 20.000 saya antar sampai rumah," ujar Heri.
Mereka mengaku selama ini kurang diperhatikan pemerintah.
Heri mengaku hanya menerima satu kali bantuan sembako dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada awal pandemi.
Sedangkan Apit malah sama sekali tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.