KOMPAS.com- Empat oknum prajurit TNI terlibat kasus pembunuhan Marsal Harahap, wartawan asal Simalungun, Sumatera Utara.
Marsal ditemukan tewas 300 meter dari rumahnya di Huta 7, Pasar 3 Nagori Karang Anyer, Kabupaten Simalungun, Sabtu (19/6/2021).
Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Hasanuddin menjelaskan, tersangka utama berinisial AS berpangkat Praka berperan sebagai eksekutor, sedangkan tiga tersangka lainnya DE, PMP, dan LS berperan sebagai penyedia senjata.
Baca juga: Kasus Penembakan Wartawan di Simalungun, Polda Koordinasi dengan TNI
Pengungkapan pertama dilakukan setelah tim penyidik dari Danpomdam I Bukit Barisan menangkap Praka AS di daerah Tebing Tinggi, Jumat (25/6/2021).
Baca juga: Komnas HAM: Kekerasan 2 Oknum TNI AU di Merauke Tak Sesuai Norma HAM
Dari keterangan AS, petugas melakukan pengembangan hingga menangkap tiga anggota TNI lainnya yang terlibat.
Dari pemeriksaan, AS mendapatkan sepucuk senjata api dari dari DE. Senjata tersebut yang digunakan untuk membunuh korban.
Sementara DE mendapatkan senjata api dari PMP.
"Dalam hal ini telah terungkap sejumlah tiga orang, di mana AS mendapat senjata api jenis pabrikan ini melalui oknum DE dengan transaksi uang Rp 15 juta," kata Hasanuddin di Pomdam I Bukit Barisan, dikutip dari Tribun Aceh, Selasa (27/7/2021).
"DE ini sendiri mendapat senjata api dari PMP. Hal ini juga dengan transaksi Rp 10 juta melalui perantara LS, jadi berkaitan mereka," kata Hasanuddin menambahkan.
Barang bukti yang berhasil diamankan yakni tiga pucuk senjata api beserta amunisi.
Ada juga mobil Toyota Fortuner, Kijang Innova, dan sepeda motor Honda beat.
"Barang bukti dari hasil pengembangan penyelidikan terhadap PMP, satu pucuk senjata api rakitan berikut satu buah magazine, satu pucuk senjata api FN 06 45, rakitan juga berikut satu magazine, dan serta satu pucuk senjata api J Kombat pabrikan Pindad tanpa nomor, berikut dua magazine dan 27 butir amunisi kaliber 9mm," ucapnya.
Dikenakan pasal penganiayaan berat
Keempat oknum anggota TNI ini dikenakan Pasal 355 Ayat 1 dan 2 kitab UU Hukum Pidana Tentang Penganiayaan Berat.
Hasanuddin mengatakan, pelaku dikenakan pasal tersebut karena awalnya ingin memberikan efek jera kepada korban, sehingga dalam upaya tersebut pelaku hanya menembak bagian paha korban.