KOMPAS.com - Kepala Desa Temuguruh, Kabupaten Banyuwangi, Asmuni nekat menggelar resepsi pernikahan anaknya saat PPKM Darurat berlangsung.
Video tersebut viral Sejak Sabtu (10/7/2021). Di rekaman video yang beredar, hajatan diselenggarakan di balai desa.
Kapolresta Banyuwangi AKBP Nasrun Pasaribu mengatakan acara tersebut sama sekali tak meminta izin baik dari kepolisian hingga Satgas Kabupaten.
Baca juga: Kades di Banyuwangi Gelar Resepsi Saat PPKM Darurat, Polisi: Tidak Ada Izin Sama Sekali...
“Jadi tidak ada ada sama sekali (izin) baik dari kita, Satgas Kabupaten maupun dari Satgas Kecamatan,” kata Kapolresta Banyuwangi AKBP Nasrun Pasaribu di Banyuwangi, Senin (12/7/2021).
Beberapa hari kemudian kembali viral video hajatan yang juga digelar di Banyuwangi. Kali ini tuan rumah hajatan adalah anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi, Syamsul Arifin.
Syamsul menggelar hajatan pada Sabtu (24/7/2021) saat penerapan PPKM level 3-4.
Kapolsek Kalibaru AKB Abdul Jabar mengatakan, tiga hari sebelum acara, Syamsul sudah diingatkan untuk menunda pesta pernikahan.
Baca juga: Anggota DPRD Banyuwangi yang Ngeyel Gelar Hajatan Saat PPKM Didenda Rp 500.000
Saat itu, anggota DPR dari fraksi PPP sepakat jika ia hanya menggelar akad nikah. Tapi keesokan harinya, ia tetap nekat menggelar resepsi.
"Akad nikah saja awalnya. Ternyata ada peserta walimatul ursy ketika anggota datang sudah sepi," kata dia.
Dalam sidang itu, ia dinyatakan bersalah karena menggelar hajatan di tengah pemberlakukan PPKM Darurat. Asmuni didenda Rp 48.000 dan menanggung biaya perkara Rp 2.000
Pada hari yang sama, Anggota DPRD Banyuwangi Syamsul Arifin juga menjalani sidang tindak pidana ringan (tipiring), di PN Banyuwangi.
Politisi dari Partai PPP ini divonis bersalah dan dijatuhi hukuman denda Rp 500.000.
Baca juga: Kades yang Gelar Hajatan Didenda Rp 48.000, PN Banyuwangi: Efek Jera Bukan dari Nilainya, tapi...
Ia menjalani sidang tipiring setelah menggelar hajatan anaknya saat masih penerapan PPKM Level 4 di Banyuwangi.
Terkait denda yang berbeda, Wakil Ketua PN Banyuwangi Khamozaru Waruwu menjelaskan kemungkinan saat sidang kepala desa, hakim merujuk pada Perda Provinsi Jatim No 1 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat
Dalam Perda tersebut, denda maksimal memang sebesar Rp 50.000.
Baca juga: IDI Banyuwangi Buka Konsultasi Online untuk Warga yang Isoman, Berikut Syarat dan Ketentuannya...
"Barangkali hakimnya mengacu pada Perda karena di sana kan dikatakan Rp 50.000 denda paling banyak," katanya ditemui di PN Banyuwangi, Selasa (27/7/2021).
Pada sidang Syamsul, hakim merujuk Pergub Jatim nomer 53 tahun 2020 tentang penerapan Prokes di masa pandemi Covid-19.
Dalam Pergub ini denda maksimal disebutkan sebanyak Rp 500.000.
Baca juga: Terdampak PPKM Darurat, Pengelola Wisata di Banyuwangi: Jangankan Bantuan, Ditanya Saja Enggak
Khamozaru mengatakan, seharusnya nominal atau nilai denda tak bisa jadi tolak ukur efek jera.
Menurutnya, efek jera bersifat subyektif karena hukuman sosial ternyata bisa memberikan efek jera yang lebih.
"Ketika ada hukuman sosial masyarakat, ia jadi malu. Jadi tidak dari nilai atau value-nya," katanya.
Baca juga: Keluhan Pelaku Wisata di Banyuwangi: Tak Bisa Apa-apa, Tak Dapat Apa-apa
Menurutnya, ketika pemimpin terbukti bersalah maka itu sudah bisa disebut sebagai hukum sosial, bahwa ia bukan teladan yang baik bagi masyarakat.
"Itu sudah jadi penghukuman sosial ia tak bisa jadi teladan masyarakat. Ini efek jeranya, bukan value atau denda," kata dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Imam Rosidin | Editor : Aprillia Ika, Dheri Agriesta, Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.