Gabriella sadar mengubah sesuatu secara sistemik memang tak mudah.
Namun, melalui gerakan yang dibuatnya, ia berharap dapat membuat sedikit perbedaan.
"Kalau melihat cita-cita yang saya harapkan, yakni perubahan secara sistemik itu masih jauh banget.
"Tapi, kalau sekadar melihat bahwa saya bisa memberikan edukasi konten-konten, yang tidak hanya mencerahkan masyarakat, tapi juga minimal membuat tenaga medis sadar bahwa ada sesuatu yang tidak pas dengan pendidikan kami, saya rasa itu kemenangan-kemenangan kecil yang bisa saya rayakan," ujarnya.
Baca juga: Dinkes Klaim Ada Penurunan Angka Reproduksi Covid-19 di Kota Bekasi, Kini Angkanya 0,88
Di sisi lain, Sekjen Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia cabang Jakarta, dr. Ulul Albab, mengatakan sebenarnya jika seorang dokter memahami etika profesi dengan baik, mereka seharusnya memahami pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan pasien.
Mereka juga tak diperkenankan mempermasalahkan masalah pribadi pasien, katanya.
Maka itu, ia menyebut dokter-dokter yang tak memberi layanan kesehatan sebagaimana mestinya itu sebagai "oknum".
Baca juga: Jangan Takut, Pap Smear Tak Menimbulkan Rasa Sakit
"Pada prinsipnya itu ada aturan-aturan yang memang mengatur semua anggota. Jadi jangan takut memeriksakan diri ke dokter.
"Jangan juga berpikir semua dokter itu sama," ujarnya.
Ketika pasien mendapat perlakuan yang tak semestinya, kata Ulul, mereka juga berhak melaporkan dokter tersebut ke majelis kedokteran agar hal itu bisa ditindak.
Baca juga: Hal-Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Sebelum Pap Smear
Peneliti kesehatan reproduksi, Dr. Putri Widi Saraswati mengatakan pasien butuh untuk tak gentar dalam menuntut hak mereka.
"Ketika kamu didiskriminasi, sebisa mungkin, berusaha untuk tidak gentar karena kamu nggak salah, yang salah itu yang ngasih stigma dan diskriminasi.
"Sebagai pasien, kamu berhak mendapat layanan, terlepas dari menikah atau tidak menikah, identitas seksual, orientasi seksual, kamu berhak dapat layanan sesuai kebutuhan kamu," ujar Putri yang kini menempuh pendidikan master kesehatan publik di Belanda.
Baca juga: Pengertian dan Pemeriksaan Pap Smear, Tes untuk Deteksi Kanker Leher Rahim
Kembali ke Nada dan Nina, keduanya mengambil jalan berbeda terkait cara menuntut hak sebagai pasien.
Nada telah memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter lain.
"Di RS yang lain itu untungnya dokternya ramah dan tidak judgmental," ujarnya.
Namun, Nina, yang dihujani pertanyaan dan ceramah tentang 'dosa', masih trauma dengan pengalamannya dan belum mau memeriksakan kesehatannya lagi.
Baca juga: Pentingnya Memenuhi Kebutuhan Kesehatan Seksual dan Reproduksi
"Semoga kondisiku benar-benar sehat luar dan dalam. Semoga nggak ketemu dokter itu lagi atau dokter lain yang seperti itu.
"Semoga dokter itu bisa tahu tugasnya dia itu apa, bukan untuk mencampuri kehidupan pribadi orang lain," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.