Rosa yang mendengar informasi itu, ikut tertawa lepas di ujung telepon, karena sejak merantau, baru kali ini melihat langsung wajah orangtuanya melalui ponsel.
Setelah puas mengobrol, Carolina menyerahkan ponsel kepada suaminya Patrisius Manoe Abi untuk gantian berbicara dengan Rosa.
Keduanya berbicara sekitar satu jam lamanya, hingga ponsel menjadi panas dan daya baterai hampir habis.
Carolina lantas meminta Rosa, agar berhenti sesaat untuk mengisi daya baterai hingga penuh.
"Nanti sebentar baru kita lanjut bicara. Masih charge HP (Ponsel),"ujar Carolina.
Obrolan mereka pun berhenti, Carolina lantas melanjutkan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga mengurus keperluan di dapur. Sedangkan Patrius dengan wajah ceria, langsung bergegas ke kebun untuk menggembala ternak sapi peliharaan mereka.
Pasangan suami istri yang yang berprofesi sebagai petani lahan kering itu, tinggal bersama anak bungsu mereka Rety Abi (30) dan seorang cucu bernama Riko (15).
Sedangkan enam orang anaknya yang lain, termasuk Rosa, sudah berumah tangga dan tinggal terpisah.
Baca juga: 3 dari 28 Anggota Satpol PP yang Berpesta Miras Positif Covid-19, Alami Demam dan Batuk
Desa Haumeni tempat mereka berdomisili, berbatasan langsung dengan Distrik Oekusi, Timor Leste. Berjarak 20 kilometer arah barat laut dari Kota Kefamenanu, ibu kota Kabupaten TTU dan 216 kilometer arah timur laut Kota Kupang, ibu kota Provinsi NTT.
Rasa rindu Carolina, suami, anak dan cucunya akhirnya terobati melalui ponsel. Mereka berbicara sambil berpapasan wajah dengan Rosa, meski jarak berjauhan antar negara.
Rosa yang belum menikah, selama ini menjadi tulang punggung keluarganya. Setiap bulan, Rosa rutin mengirim uang hasil jerih payahnya kepada orangtua.
Saingi jaringan komunikasi Timor Leste
Kompas.com yang saat itu sedang meliput di wilayah perbatasan, Sabtu (17/7/2021), menyaksikan langsung kebahagiaan Carolina dan keluarganya.
Carolina mengaku, selama ini tidak pernah berbicara dengan Rosa menggunakan ponsel saat berada di rumah.
Penyebabnya, jaringan Telkomsel yang menjadi satu-satunya layanan provider di wilayah itu, tidak bisa diakses.
Desa mereka dikuasai oleh jaringan telekomunikasi Telemor asal Timor Leste.
"Sebelumnya, kalau di rumah kami tidak pernah hidupkan HP, karena takut pulsa tersedot habis oleh sinyal Timor Leste," ujar Carolina.
Untuk bicara dengan putrinya, mereka harus berjalan kaki sejauh empat kilometer lebih. Itu pun melalui panggilan suara di WhatsApp, karena jaringan 4G tidak penuh dan kerap hilang. Bahkan, jaringan Indonesia sering adu kuat dengan jaringan milik Timor Leste.
Kondisi itu, membuat Carolina dan warga lainnya, tidak nyaman saat berkomunikasi.
Asa Carolina bersama warga lainnya akhirnya terwujud, saat kekuatan sinyal milik Indonesia mampu mendominasi di sepanjang wilayah perbatasan dengan Timor Leste, pada pertengahan tahun 2021.
Baca juga: 10 Kota di Indonesia dengan Internet Terkencang, Jakarta Runner-up