MAGELANG, KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Magelang, Jawa Tengah, secara garis besar telah mampu mengurangi mobilitas warga meskipun belum siginifikan.
Hanya saja, berkurangnya pergerakan warga belum mengurangi penurunan kasus aktif Covid-19.
"Mobilitas masyarakat turun selama PPKM Darurat, tapi belum banyak berdampak pada penurunan kasus aktif Covid-19, turunnya belum sampai 50 persen," ujar Wali Kota Magelang dr. Muchamad Nur Aziz, dalam konferensi pers di halaman belakang kantor Wali Kota Magelang, Jumat (16/7/2021).
Baca juga: Awal Juli, Angka Pemakaman Covid-19 Magelang Meningkat 3 Kali Lipat
Untuk itu, Aziz merasa perlu menambah lokasi atau titik penyekatan lagi.
Menurutnya, Kota Magelang adalah kota kecil tapi menjadi sentra ekonomi daerah sekitarnya, sehingga di berbagai titik masih terlihat ramai.
Adapun titik yang disekat antara lain di Kebonpolo (Magelang Utara) ada dua titik, Canguk (Magelang Tengah), Cacaban (Magelang Tengah), Simpang Trio/Artos (Perbatasan dengan Kabupaten Magelang) dan Pakelan (Jalan Magelang-Purworejo).
"Kita perkuat penyekatan dan pengetatan PPKM darurat di hari yang tersisa ini. Petugas di lapangan juga saya minta lebih aktif lagi memberikan sosialisasi dan edukasi tentang PPKM darurat dan penerapan 5M," imbuhnya.
Dokter spesialis penyakit dalam itu menyebutkan, status zona di Kota Magelang saat ini masih oranye.
Baca juga: Cerita Desy Ratnasari Tak Mengaku Anggota DPR Ketika Kena Penyekatan
Namun akibat banyaknya pasien di rumah sakit, maka sangat mudah statusnya berubah menjadi hitam.
Menurutnya, dominasi bed occupancy rate (BOR) rumah sakit berasal dari warga luar daerah.
"Kota Magelang jadi rujukan penanganan Covid-19 bagi pasien se eks-Karesidenan Kedu. Padahal, kalau warga Kota Magelang yang dirawat jumlahnya tidak lebih dari 30 persen. Tapi kesehatan itu kan menjadi urusan kemanusiaan. Tidak mungkin ada dikotomi, pasien dari mana pun semuanya harus ditangani," tuturnya.