Namun, Enung dan suami pasrah dengan keadaan itu. Selama ini, mereka hanya sanggup memperbaiki sekedarnya.
Penghasilan suami yang hanya kuli bangunan dan dirinya sebagai pemetik Kopra hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Kalau ada uang lebih, bisa untuk beli papan buat menutup dinding-dinding yang bolong,” ujar dia.
Selain harus bersabar dengan kondisi cuaca, Enung dan keluarga rupanya juga harus tabah menghadapi komentar orang-orang perihal kondisi rumahnya itu.
"Suka ada saja yang ngomong 'mak, itu kiri kanan rumah sudah tembok, emak kapan'," katanya.
Namun, ia tak mau ambil pusing dengan nada-nada sumbang tersebut. Kendati, jauh di lubuk hatinya ada keinginan untuk memiliki rumah yang layak.
"Tapi, selama ini emak cuma bisa bermimpi saja. Soalnya uang dari mana untuk memperbaikinya,” ucap Enung meradang.
Karena itulah, saat rumahnya dipilih sebagai salah satu sasaran operasi bakti TNI, Enung tak sanggup menutupi kebahagiannya.
"Tidak tahu lagi harus bilang apa, hanya bisa berterima kasih. Terima kasih, semoga menjadi amal jariyah untuk bapak-bapak TNI,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kini, rumah Enung sudah berganti rupa. Kondisinya tak lagi reyot, namun kokoh berdiri dengan dinding-dinding tembok.
Lantainya tak lagi panggung beralaskan papan dan bilah bambu. Namun, sudah berganti keramik.
Bagian atap tertutup rapat oleh deretan genteng, sehingga tatkala hujan deras mengguyur tak perlu lagi menyiapkan wadah-wadah untuk menampung air hujan yang menyelinap dari sela-sela atap.
Mimpi Enung telah terwujud, doanya dikabulkan, ia dan keluarganya kini bisa hidup nyaman menempati rumah yang layak, dan tentunya tak akan lagi mendengar cibiran orang-orang.