KOMPAS.com - Wayang Werkudara yang dibawa petugas yang mengenakan alat pelindung diri (APD) mengiringi pemakaman Ki Manteb Soedharsono yang meninggal pada Jumat (2/7/2021).
Wayang berwarna hitam dengan ornamen keemasan itu berukuran 1,5 meter.
Anak pertama Ki Manteb Soedharsono, Medhot Soedarsono, menjelaskan, keberadaan wayang itu jelang pemakaman merupakan wasiat ayahnya sebelum berpulang.
Baca juga: Wayang Werkudara Iringi Jenazah Ki Manteb ke Pusara
"Ingin bareng sama wayang Werkudara lawas miliknya," kata Medhot Soedarsono di rumah duka, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jumat (2/7/2021).
Medhot sendiri tidak tahu alasan wayang Werkudara menjadi spesial bagi mendiang ayahnya.
"Mungkin ada keterikatan sendiri sama bapak," sebut Medhot.
Nama julukan yang lain adalah Bhīmasena yang berarti panglima perang. Sedangkan nama Bima berarti hebat, dahsyat, mengerikan.
Dikutip dari buku Ensiklopedia Wayang Indonesia, Bima adalah bagian dari keluarga Pandawa. Ia adalah anak kedua Dewi Kunti dan sang ayah bernama Prabu Pandu Dewanta, raja Astina.
Baca juga: Pentas Terakhir Ki Manteb Soedharsono Mainkan Lakon Baratayuda, Sinden: Tak Semua Dalang Berani...
Namun secara restu, Werkudara adalah anak Batara Bayu, dewa yang menjadi penguasa angin.
Diceritakan saat Prabu Pandu Dewanta menikah dengan Dewi Kunti, ia dikutuk oleh Resi Kindama. Isi kutukannya adalah jika Prabu Pandu menjalankan tugasnya sebagai suami dan tidur seranjang dengan istrinya, maka saat itu ajalnya akan tiba.
Namun karena ia butuh keturunan untuk pewaris tahta, ia mengizinkan sang istri menerapkan Aji Adityaherdaya ajaran yang bisa memanggil dewa.
Baca juga: Semasa Hidup, Ki Manteb Soedharsono Dikenal sebagai Guru Dalang Muda
Atas izin Pandu, Kunti memangil Batara Banyu, dewa penguasa angin. Ia kemudian hamil dan melahirkan Bima. Bima pun sering disebut Bayuputra, Bayusiwi, Bayusuta, atau Bayutanaya.
Walaupun tak pernah berhubungan fisik, tubuh Batara Bayu dan Werkdara memiliki kemiripan.