PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Zaroti (65) menyandarkan tubuhnya di dipan kayu yang hampir lapuk di rumahnya di Kelurahan Air Itam, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Minggu (27/6/2021).
Perajin sekaligus seniman musik tradisional dambus itu baru saja pulang dari melaut.
Perahunya ditambatkan di Pantai Pasir Padi, sekitar 4 kilometer dari tempat tinggalnya.
Selama pandemi Covid-19, Zaroti terpaksa menghentikan sejenak kehidupan seninya.
Ia kini lebih banyak menggantungkan hidup dari penjualan ikan dan kepiting. Hasilnya lumayan.
Baca juga: Nasib Saung Angklung Udjo, Seniman Beralih Jadi Tukang Sayur, Kesulitan Cicil Utang Bank
Dalam sehari bapak enam anak dengan 13 cucu ini bisa mengumpulkan 2 - 3 kilogram kepiting dan ikan menggunakan pukat.
Kepiting biasanya dijual Rp 50.000 per kilogram.
Untuk itu, Zaroti tak perlu repot, karena ada perusahaan pengumpul yang langsung menyambut nelayan di tepi pantai.
Namun usaha melaut juga tak bisa dilakukan saban hari. Biasanya Ia melaut sekali dua hari atau tergantung kondisi cuaca.
Hasil tangkapan pun kadang turun naik.
Selain Zaroti, ada puluhan nelayan lainnya yang mengadu nasib di lokasi yang sama.
"Di Pantai Pasir Padi saja ada lima puluhan nelayan, di Tanjung Bunga ada lagi, banyak," kata Zaroti saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya beberapa waktu lalu.
Bagi Zaroti, pekerjaan sebagai nelayan mau tak mau harus tetap dilakoni. Dari situ ia bisa membiayai kehidupan sehari-hari.
Sementara penghasilan dari pertunjukan seni dambus dan penjualan alat musiknya tak bisa diharapkan penuh.
"Dalam sebulan tak ada orderan sama sekali. Jadi penghasilan dari nelayan inilah untuk menyambung hidup," ujar Zaroti.
Bagi Zaroti, kehidupan sebagai nelayan dan pemain seni dambus adalah dua sisi yang berbeda.
Bermain dambus bagi Zaroti adalah panggilan jiwa. Ia merasakan kesenian tersebut telah mendarah daging.
Baca juga: Pentas di Dapur, Siasat Seniman Gelar Pertunjukan Kala Pandemi
Keterampilan tradisional itu diperoleh dari sang kakek. Tak terasa sudah 20 tahun lebih profesi sebagai pengrajin dan musisi dambus dilakoni Zaroti.
Namun disebabkan pandemi yang berkepanjangan, Zaroti harus memutar haluan. Menghadang gulungan ombak yang tiada habis-habisnya.
Jari jemarinya yang biasa memetik senar, kini harus terbiasa menggenggam tangkai dayung nan kaku.
Beruntung Zaroti saat ini telah memiliki mesin tempel, sehingga bisa sedikit menghemat tenaga di usianya yang mulai senja.
Pekerjaan sebagai nelayan, kata Zaroti bukanlah sesuatu yang baru baginya.
Keluarganya secara turun-temurun dulunya juga bekerja sebagai nelayan.
Baca juga: Surya Sukses Bawa Cincin Perak Kotagede Tembus Pasar AS, Kolaborasi dengan Seniman dan Merek Lokal