BANDUNG, KOMPAS.com - Tingginya penambahan kasus Covid-19 membuat kebutuhan oksigen dalam tabung ikut melonjak, hingga berimbas pada kenaikan harga dan kelangkaan barang.
Hal ini dirasakan Mira Rizka (29), warga Tirtawangi 2, Bandung, Jawa Barat.
Mira menceritakan bahwa Ibunya, Nenny (52), terkonfirmasi positif Covid-19 pada 17 Juni 2021, dengan nilai cycle threshold (CT) 18,47.
"Gejala awalnya meriang, flu, batuk berdahak, anosmia, pusing, kemudian sesak, diare. Awalnya diagnosis dokter, Ibu termasuk kategori moderate, jadi bisa isoman (isolasi mandiri)," ujar Mira saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/6/2021).
Baca juga: Masyarakat Diminta Tak Panik, Jangan Ramai-ramai Beli Oksigen untuk Disimpan
Namun, tiba-tiba saturasi sang Ibu menurun, kurang dari 90.
Itu artinya, Nenny membutuhkan terapi oksigen.
"Keluarga kami tidak ada yang berprofesi di bidang kesehatan. Kami melakukan terapi oksigen dengan petunjuk dari dokter," ucap Mira.
Sejak saat itu, dengan sekuat tenaga Mira pontang-panting mencari oksigen untuk ibunya di pasaran.
Sejak awal, Mira mulai mencari tempat penyewaan tabung.
Namun, mendapatkan tabung berisi oksigen ternyata tidak mudah.
Baca juga: Polisi Akan Tindak Penjual yang Timbun Oksigen dan Naikkan Harga
Ia bertanya ke berbagai tempat penyewaan tabung.
Sayangnya, penyewa menjawab bahwa mereka sudah tidak menyewakan tabung, karena terlalu banyak permintaan.
Mereka kini fokus menjual tabung dan refill atau isi ulang oksigen.
Jumlahnya pun dibatasi dari pabriknya, sehingga para penyedia oksigen ini harus rebutan.
Mira bahkan kerap melihat penjual tabung dan refill oksigen yang biasanya buka 24 jam, kini sudah tutup pada pukul 19.00 WIB.
"Aku mencari hampir se-Bandung, dari kota, kabupaten, sampai Kabupaten Bandung Barat. Susah dapat karena berebut banget. Aku malah pernah isi tabung jam 04.00 subuh dan ternyata masih mengantre banget," tutur dia.