Haidir kembali mengatakan Orang Rimba memang masih tertinggal dibanding Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya.
Mereka tertinggal dalam kapasitas pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, teknologi dan peradaban modern.
Atas dasar itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara formal administrasi telah mengalokasikan ruang bagi Orang Rimba untuk bermukim dan berkehidupan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas.
Tetapi mengalokasikan ruang saja tentu tidak cukup, perlu pendampingan khususnya dalam kegiatan budidaya atau pemanfaatan lahan (land sharing) yang tentu saja sangat berisiko atau rawan terhadap pengaruh pihak luar yang terkadang dapat memanfaatkan Orang Rimba sebagai masyarakat adat.
Baca juga: Cerita Orang Rimba Tak Diberi Pinjaman oleh Bank, padahal Punya Keahlian
Berpijak dari pendapat di atas, Haidar mengatakan saat ini hal yang paling utama dilakukan untuk Orang Rimba adalah sebagai berikut.
(1) memberikan dukungan pendanaan dan pendampingan bagi Orang Rimba dalam kegiatan budidaya atau pemanfaatan lahan (land sharing) garapan keluarga menjadi sumber produksi dan lumbung pangan Orang Rimba.
(2) pada saat bersamaan (simultan) perlu penguatan kerjasama para pihak di sektor pendidikan untuk peningkatan kapasitas pendidikan (secara bertahap dan khusus).
(3) penyediaan fasilitas kesehatan.
(4) listrik ramah lingkungan.
(5) pada akhirnya dan sangat penting adalah bagaimana melaksanakan pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi dan listrik yang ramah lingkungan dan menyatu dengan alam TNBD.
"Ini semua pekerjaan berat tapi wajib dilakukan karena Orang Rimba adalah WNI yang tidak perlu di pindahkan ke tempat lain tapi dapat hidup berkembang di alam TN dengan baik (terdidik, sehat dan beradab sebagaimana WNI lainnya)," lanjut Haidir.
Baca juga: Perempuan Orang Rimba Keberatan, Rombongan Kunjungan Dadakan Mensos Risma Mau Ambil Foto