NUNUKAN, KOMPAS.com – Hanya berjarak sekitar 13 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Desa Binusan Dalam belum pernah merasakan listrik PLN.
Desa persiapan yang baru mekar 2019 ini, memiliki luas wilayah sekitar 60,94 kilometer persegi dan berpenduduk sebanyak 476 kepala keluarga (KK). Desa Binusan Dalam merupakan pemekaran dari Desa Binusan.
“Desa kami memiliki 7 rukun tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 1.834 jiwa,” kata Ketua RT 11 Desa Binusan Dalam, Sappe, Senin (21/6/2021).
Baca juga: Ulah Bakal Calon Kades di Nunukan agar Diloloskan, Minta Tolong Bupati dan Anggota Dewan
Sappe selalu mengeluhkan tidak adanya listrik di desa Binusan Dalam. Sejak ia lahir di desa tersebut, sampai usianya 35 tahun, Sappe dan warga sekitar belum mengerti apa itu pulsa token dan istilah listrik prabayar.
Kalaupun ada penerangan listrik di Desa Binusan Dalam, hanya beberapa rumah saja. Itupun listrik tenaga surya, bantuan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.
Namun, itu pun tidak bisa bertahan lama.
“Bagaimana sih rasanya beli token listrik itu, penasaran saya, apakah ada asam manisnyakah ya?” kata Sappe.
Selain ketenagalistrikan, warga juga mengeluh soal kebutuhan sembako karena sulitnya transportasi akibat rusaknya akses jalan dari kota Nunukan ke desanya.
Warga Binusan Dalam bahkan masih kesulitan mendapatkan air bersih.
Biasanya warga hanya mengandalkan sumur gali dan air rawa, itu pun kadang kering saat musim kemarau datang.
Berbagai macam kesulitan ini telah disampaikan ke desa induk dan kecamatan. Namun hingga saat ini belum ada realisasi dan hanya sebatas janji.
“Kami harus membiasakan dengan cahaya terbatas pada malam hari, kesulitan air dan sulitnya membeli sembako. Pagi harus basah dikarenakan embun, malam harus was-was terhadap binatang buas seperti ular dan lainnya,” kata Sappe lagi.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Kota Tegal Melonjak, Wakil Wali Kota: Siapkan Ruang Isolasi Saja Tak Cukup
Menurut Sappe, harusnya Desa Binusan Dalam bisa berkembang selayaknya desa lainnya, apalagi berada satu daratan dengan Pulau Nunukan.
Terasa aneh sekali jika melihat ibu kota kabupaten yang terang benderang, sementara Desa Binusan Dalam yang masih satu daratan justru tidak teraliri listrik.
Masyarakat dipaksa mengisi baterai handphone dengan berjalan kaki jauh menuju desa induk, sementara anak-anak sangat membutuhkan handphone untuk belajar online di masa pandemi Covid-19 seperti ini.