KOMPAS.com - Pada 1997 lalu, Harsono bersama istrinya, Siti Fatimah, memulai bisnis berjualan cilok.
Warga Kelurahan Tegalgede, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur, itu mendapat ide berjualan cilok dari sang ayah, yang juga seorang penjual cilok di Bali.
Saat ayahnya pulang dari Bali, Harsono meniru bisnisnya, yakni membuat cilok dari campuran daging dan tepung.
Kala itu, cilok di Jember hanya dibuat dari tepung, belum ada yang berbahan daging.
“Modal awal dulu paling hanya Rp 20.000,” ujar Harsono, Sabtu (19/6/2021).
Awal berjualan cilok adalah masa-masa penuh perjuangan. Harsono menjajakan cilok secara berkeliling. Dia berangkat pukul 06.30 WIB.
Baca juga: Kisah Harsono, Sukses Jual Cilok hingga Punya 3 Apartemen dan 13 Rumah Kontrakan
“Berangkat pagi, pulangnya habis isya,” ucapnya.
Dia kerap menyambangi sejumlah sekolah yang ada di Kecamatan Sumbersari hingga Kecamatan Kaliwates.
Meski sudah berpeluh keringat, cilok Harsono tak pernah terjual habis. Penghasilannya pun tak sesuai harapan. Hal itu membuat semangatnya kendur.
Apalagi ketika wali murid tidak memperbolehkan anaknya membeli cilok karena merupakan jenis makanan baru.
Alhasil, Harsono kembali ke profesi lamanya, yakni menjadi pengayuh becak selama dua bulan.
Namun, berkat dorongan istrinya, Harsono kembali berjualan cilok.
“Waktu itu, penghasilan becak hanya Rp 5.000. Sedangkan berjualan cilok Rp 10 ribu,” ungkap istrinya, Siti Fatimah.
Baca juga: Penembakan Wartawan Media Online di Sumut, Jenazah Ditemukan 300 Meter dari Rumahnya
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.