BLITAR, KOMPAS.com - Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 18-24 April 1955 menyisakan jejak sejarah mengenai sapu tangan Presiden Soekarno dan delegasi rakyat Nigeria.
Sebagaimana dikisahkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, pada konferensi yang dihadiri oleh 29 negara dari Benua Asia dan Afrika itu, Presiden Soekarno sempat memberikan cendera mata berupa sapu tangan kepada delegasi rakyat Nigeria.
Menurutnya, pemberian sapu tangan itu seperti simbol atau pertanda akan terwujudnya impian rakyat Nigeria, yaitu tercapainya kemerdekaan Nigeria dari dominasi Inggris lima tahun setelah Konferensi Asia-Afrika.
"Selembar sapu tangan yang dihadiahkan kepada perwakilan Nigeria menjadi simbol. Dan negara pertama di Afrika yang merdeka setelah Konferensi Asia-Afrika adalah Nigeria," ujar Syarif kepada Kompas.com di sela kunjungannya ke Perpustakaan Bung Karno di Kota Blitar, Jumat (18/6/2021).
Konferensi Asia-Afrika dilatarbelakangi kegelisahan negara-negara dunia ketiga atas ketegangan yang terjadi selama periode Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet juga antara Amerika Serikat dengan China.
Dalam Konferensi Asia-Afrika, Presiden Soekarno menyampaikan pidato.
Beberapa bagiannya, memotivasi negara-negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka untuk melepaskan diri dari dominasi negara lain.
Soekarno dalam pidato berjudul Let A New Asia and Africa Be Born (Biarkan Asia dan Afrika Baru Terlahir) itu juga menegaskan bahwa kolonialisme belum menghentikan penindasannya karena kolonialisme hanya berganti wajah dalam bentuk lain termasuk penjajahan ekonomi (imperialisme ekonomi).
Syarif mengatakan, mungkin bukan selembar sapu tangan itu yang benar-benar membakar semangat rakyat Nigeria untuk memperjuangkan kemerdekaannya.
Menurut Syarif, pidato panjang Bung Karno jugalah yang menebalkan semangat para pemimpin rakyat Nigeria hingga akhirnya kemerdekaan Nigeria tercapai.
Baca juga: Memotret Sisi Hidup Bung Karno yang Tak Tercatat Sejarah, 29 Perupa Cat Air Pamerkan 31 Karya
Negarawan intelektual dan pemikir
Paparan Syarif tentang hadiah sapu tangan untuk delegasi Nigeria pada Konferensi Asia-Afrika itu sebenarnya merupakan contoh betapa Soekarno adalah tokoh yang dikagumi dan disegani tidak hanya oleh bangsanya tapi juga bangsa-bangsa lain di dunia.
Kekaguman kepada Soekarno, ujar Syarif, tidak hanya karena kepiawaiannya berorasi dalam pidato tapi juga pemikiran-pemikiran besar dan revolusioner yang terkandung di dalamnya.
Soekarno, menurut Syarif, adalah seorang intelektual dan pemikir yang telah mendapatkan pengakuan dunia, terbukti dari banyaknya gelar doktor honoris causa yang dia terima selama periode 1951 hingga 1965.
Selama itu, Soekarno atau yang akrab dipanggil Bung Karno menerima sebanyak 26 gelar doktor honoris causa dari 26 perguruan tinggi yang mayoritas ada di luar negeri.
Baca juga: 26 Naskah Pidato Bung Karno Saat Terima Gelar Doktor Honoris Causa Dikumpulkan, Ini Tujuannya
Pemberian gelar itu, ujarnya, mencakup beragam disiplin ilmu mulai dari ilmu teknik, sosial-kemasyarakatan, agama, filsafat dan lain sebagainya.
Anugerah gelar doktor honoris causa pertama kali diberikan kepada Bung Karno pada 1951 oleh Far Eastern University, Filipina.
"Ada Michigan (Michigan University), Warsawa (Warsaw University), Brazil (Brazil University), Istambul (Istambul University) dan sebagainya," ujar Syarif menyebutkan sejumlah perguruan tinggi asing yang menganugerahkan gelar honoris causa kepada Bung Karno.
Baca juga: Pakai Baret POM AD, Rachmawati Ziarah ke Makam Bung Karno dengan Upacara Kemiliteran
Kemerdekaan tidak diraih dengan senjata dan ekonomi
Syarif mengatakan, Perpustakaan Nasional melalui UPT Perpustakaan Bung Karno akan mengumpulkan 26 naskah pidato yang disampaikan Soekarno saat menerima gelar doktor honoris causa tersebut.
Naskah-naskah tersebut, ujarnya, kelak akan disimpan di Gedung Teater di Perpustakaan Bung Karno di Blitar yang kini sedang dalam tahap pembangunan konstruksi.
Syarif mengatakan, pengumpulan naskah-naskah pidato itu bertujuan bukan hanya untuk menumbuhkan kesadaran nasional generasi muda Indonesia tapi juga kesadaran bahwa para founding fathers negara Indonesia adalah para intelektual termasuk Soekarno.
Menurut Syarif, pada saat Soekarno sedang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang dia lakukan bukan memperkuat persenjataan ataupun memperkuat perekonomian dalam perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Baca juga: Jelang Haul Bung Karno, Pemkot Blitar Akan Dirikan Pos Pantau Covid-19 di Sejumlah Titik
"Tapi beliau lebih melahap habis semua karya tulis yang kemudian dituangkan dalam pidato Indonesia Menggugat," ujar Syarif merujuk pada pledoi Soekarno dalam sidang pengadilan di Bandung pada 1930 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Para founding fathers termasuk Bung Karno, ujar Syarif, dalam sosoknya sebagai intelektual harus ditransformasikan menjadi teladan bagi generasi muda khususnya generasi milenial Indonesia yang kini terjerat dalam jejaring media sosial.
Syarif mengatakan, tujuan Perpustakaan Bung Karno meningkatkan apresiasi pada sejarah dan pemikiran Soekarno sebenarnya masih sejalan dengan salah satu arah pembangunan pemerintahan Presiden Jokowi dalam bidang sumber daya manusia.
Karena, ujarnya, apresiasi kepada Bung Karno berarti apresiasi pada ilmu pengetahuan.
"Tetapi, seluruh konsep pelaksanaan kegiatan apresiasi itu adalah bagaimana meyakinkan hanya ada satu cara untuk menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi melalui membaca," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.