"Kita bisa lihat bahwa tidak semua kasus yang positif ini bisa ketemu orang dan oleh karena itu jumlah kasus yang terinfeksi itu menjadi lebih sedikit. Ini yang seharusnya perlu kita lakukan ketika penularanya sudah sangat meningkat sangat cepat," ucapnya.
Restriksi mobilitas ini seperti yang dulu pada awal pandemi kenal sebagai work from home, school from home, dan beribadah dari rumah atau kemudian di kenal sebagai PSBB.
Doni mengungkapkan, ketika penularan sudah terjadi di banyak tempat maka, pembatasan skala mikro, seperti di tingkat RT tidak akan efektif.
Pembatasan skala mikro tidak akan mampu menurunkan penularan. Butuh wilayah yang lebih luas agar efek dari penghentian mobilitas bisa bekerja dan transmisi bisa dikontrol.
"Kita kenal di WHO ada 3 level penularan di komunitas. Begitu level penularan di komunitas sudah meluas maka memang perlu menghentikan mobilitas di satuan epidemiologi dimana populsi itu berada," tegasnya.
Saat sebelum melonggarkan restriksi mobilitas lanjutnya maka perlu dipastikan dahulu transmisi yang terjadi di rumah (keluarga) sudah selesai. Sebab meski berdiam diri di rumah, potensi penularan masih bisa terjadi.
Maka untuk memastikan transmisi di rumah benar-benar selesai, penghentian mobilitas dilakukan selama dua periode infeksius yakni selama 3 minggu.
"Problemnya ketika kita tidak melakukan penghentian mobilitas cukup lama dan transmisi belum selesai di rumah, maka begitu mobilitas itu dilonggarkan pada saat itu juga transmisi langsung meningkat dan ini menjadikan perhatian kita," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.