Saat mereka sudah bersedia berobat ke rumah sakit dan terkonfirmasi positif Covid-19, ujarnya, banyak yang sudah terlambat dan tidak dapat diselamatkan.
Selain faktor keterlambatan, ujarnya, tingginya tingkat kematian juga disebabkan oleh keterbatasan peralatan medis yang terkait dengan tindakan yang harus diberikan kepada pasien Covid-19.
Namun, Eko tidak menjelaskan secara spesifik peralatan medis yang dimaksud, apakah alat bantu pernafasan atau yang lain.
"Info dari rumah sakit, alat penunjang medis masih sedikit. Info detailnya bisa ditanyakan ke rumah sakit," tuturnya.
Baca juga: Aksi Tawuran dan Pemukulan Pegawai Kafe di Lamongan, Polisi: Kenapa Ada Live Music Saat Pandemi
Tepis praktik meng-covid-kan pasien meninggal
Eko menepis pemahaman yang beredar luas di masyarakat khususnya di Kabupaten Blitar bahwa sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 melaporkan pasien non Covid-19 yang meninggal sebagai pasien Covid-19.
Dalam alur berpikir masyarakat, dengan melakukan hal itu maka pihak rumah sakit berhak mengklaim sejumlah dana yang merupakan dana penanganan Covid-19.
Di pihak keluarga pasien yang meninggal dunia, pelabelan sebagai pasien Covid-19 akan membebaskan mereka dari biaya perawatan, pengobatan dan pemulasaraan jenazah.
"Tentang praktik melaporkan pasien (non Covid-19) sebagai pasien Covid-19 sepengetahuan saya tidak ada. Kasus Covid-19 tentunya didukung hasil pemeriksaan laboratorium," ujarnya.
Eko juga menolak pandangan bahwa praktik melaporkan pasien non Covid-19 sebagai pasien Covid-19 itulah yang membuat tingkat kematian akibat Covid-19 di Kabupaten Blitar menjadi tinggi.
Baca juga: Viral, Video Petugas Kafe Dipukul, Pelaku Tak Terima Ditegur Saat Menyanyi dengan Suara Sumbang