Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sumur Tujuh Bangka Tengah, Dulu Tempat Jepang Produksi Garam, Kini Jadi Wisata Andalan

Kompas.com - 13/06/2021, 12:57 WIB
Heru Dahnur ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANGKA TENGAH, KOMPAS.com - Pada 17 Februari 1942, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung resmi diduduki balatentara Jepang.

Sebanyak 800 tentara dikerahkan untuk pertahanan sekaligus mempersiapkan infrastruktur penunjang perang.

Salah satu infrastruktur tersebut berupa sumur yang dibangun di daerah Tanjung Langka, Kelurahan Padang Mulia, Bangka Tengah.

Sumur yang berjumlah tujuh buah itu dibangun di satu lokasi dalam posisi berderetan.

Masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan sumor tujoh atau sumur tujuh. Ada juga yang menyebut dengan nama perigi tujuh.

Sumur tujuh berfungsi untuk penampungan air laut yang kemudian diolah menjadi garam.

Maka tidak mengherankan jika sumur tujuh dibangun persis di garis pantai Pulau Bangka.

Baca juga: Kisah Bung Karno Diasingkan ke Bangka Barat, Curhat Fotonya ke Fatmawati: Fat, Mas Kurus atau Gemuk?

Logistik garam prajurit Jepang era PD II

Garam yang dihasilkan dari sumur tujuh membuat Jepang bisa memenuhi salah satu kebutuhan pangan mereka secara mandiri.

Kondisi perang kala itu, juga tidak memungkinkan suplai logistik dari luar dilakukan setiap saat.

Jepang bercokol di wilayah Bangka Belitung Gunseibu, dalam rangkaian penguasaan Asia Timur Raya, saat era Perang Dunia kedua (PD II). 

Ketika itu Jepang melancarkan kampanye yang dikenal dengan istilah tiga A.

Yakni Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia dan Jepang pelindung Asia.

Baca juga: Belajar Sejarah Bangka dari Chevrolet hingga Mini Cooper

Sejarawan Pangkalpinang, Akhmad Elvian mengatakan, kebutuhan akan garam sangat penting untuk diproduksi secara lokal pada situasi perang terutama untuk balatentara Jepang.

"Garam dibuat dengan cara menyalurkan air laut melalui pipa ke bagian tengah sumur," kata Akhmad Elvian saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (12/6/2021).

Saat di dalam sumur, terjadi penguapan dan air laut ditimba untuk selanjutnya diletakkan pada belahan-belahan bambu.

"Dibiarkan terpapar panas matahari selama 7 sampai 15 hari hingga berubah menjadi butiran garam dan siap untuk digunakan," ujar Elvian.

Baca juga: Doni Monardo dan Jasanya untuk Masyarakat Bangka Belitung

 

Jadi situs cagar budaya yang dilindungi

Dalam masa kontemporer ini, sumur tujuh menjadi situs cagar budaya yang dilindungi.

Fisik bangunan sumur masih terjaga dengan baik. Sumur berdiri kokoh dengan konstruksi dinding setebal 15 sentimeter.

Situs bersejarah yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Koba, Bangka Tengah atau sekitar 45 kilometer dari Kota Pangkalpinang itu menjadi bagian dari kawasan pariwisata Tanjung Langka.

Tempat wisata ini ramai dikunjungi pada liburan akhir pekan atau hari libur nasional.

Baca juga: Ada Permintaan dari Jerman, Bangka Belitung Gencarkan Produksi Jahe Merah

Minim fasilitas jalan dan toilet

Selain pemandangan pantai yang cukup memesona, juga ada sejumlah gazebo, kolam pemancingan hingga track bersepeda atau sepeda motor yang bisa dicoba pengunjung.

Salah seorang pengunjung, Farhan mengaku berkunjung ke Pantai Tanjung Langka untuk melihat sumur tujuh sekaligus melepas penat.

Ia datang bersama sejumlah rekannya setelah ujian kenaikan kelas berakhir.

"Tadi baru selesai ujian kami langsung ke sini. Melihat sumur tujuh sekaligus mencoba motor trail ini di pantai," ujar Farhan dari SMKN 1 Penyak.

Sebagai peminat wisata sejarah, Farhan berharap fasilitas seperti jalan dan toilet dilengkapi agar wisatawan merasa nyaman dan betah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com