Jumlah omzet tersebut, kata Idris, didapat hanya dari pasar internal pesantren saja. Artinya para pembelinya adalah para kalangan santri itu yang ada di pesantren itu sendiri.
Internal pesantren memang ceruk pasar yang besar. Sebab, di dalam lingkungan pesantren ini saja terdapat setidaknya 200 kantin. Kantin itu melayani aneka kebutuhan bagi ribuan santri.
Mereka pun memasarkan roti-roti tersebut di kantin itu.
Adapun untuk pasar luar pesantren memang terbuka lebar karena produknya relatif bisa bersaing dengan pabrikan besar. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang memesan roti untuk keperluan hajatan.
Namun para pemesan dari luar pesantren itu saat ini relatif menurun karena sepinya hajatan akibat pandemi Covid-19 melanda.
Begitu juga dengan rencana perluasan pasar ke luar pesantren, juga masih terkendala pandemi. Sedangkan digitalisasi pasar, belum terbangun karena usaha ini baru ditekuni.
"Kebetulan untuk bakery itu memang unit usaha baru," jelasnya.
Baca juga: Dari Mana Asal Disinfektan yang Dioplos Napi Lapas Perempuan Denpasar? Ini Penjelasan Kalapas
Bakery dengan nama produk Lirboyo Bakery itu berdiri pada 2018. Bermula dari adanya bantuan perangkat alat dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.
Kedatangan alat tersebut tidak serta merta bisa digunakan. Musababnya, sumber daya yang ada di pesantren saat itu tidak memiliki latar belakang bakery.
Beruntung, bantuan alat tersebut diikuti dengan pelatihan pengoperasian sekaligus pembuatan rotinya. Pelatihan itu berlangsung selama dua minggu.
"Setelah pelatihan itu kami trial and error. Tidak jarang rotinya gosong juga rasanya kurang," cerita Idris.
Dirasa sudah menemukan komposisi yang tepat, mereka kemudian memberanikan diri memulai secara profesional. Membuat roti dengan berbagai varian dan rasa dan dijual dengan harga terjangkau.
Diawali dengan modal awal Rp 5 juta untuk sekitar 15 kilogram adonan, dan terus berkembang hingga kini mencapai 70 kilogram setiap harinya. Lini produksi ditangani oleh sekitar 20 orang tenaga yang berasal dari para santri.
Untuk bisa bersaing di pasaran, meskipun itu internal pesantren, Idris menyadari perlunya produk yang bermutu. Oleh sebab itu pihaknya berusaha agar produknya juga mengikuti kaidah usaha yang ada.