Beruntung dana menggali lubang kali ini dibiayai oleh orang lain yang dia panggil bos. Kata dia, kira-kira paling minim Rp 30 juta biaya yang dikeluarkan untuk menggali satu lubang.
Biaya tersebut dikeluarkan untuk uang makan penggali hingga biaya pretelan lubang tambang.
"Kalau dapat batu kita untung, kalau zonk, rugi besar, ini galian kedua, bulan lalu ditinggal karena tidak ditemukan sama sekali batu Kalimaya," kata Iwan.
Saat masih proses penggalian Iwan dapat upah mingguan Rp 300.000 dari bos. Sementara saat sudah menambang batu, pendapatan berupa bagi hasil penjualan.
Kata dia, pada 2014 lalu, dia bersama timnya, pernah mendapat Rp 40 juta dalam sekali jual batu. Saat itu batu yang dijual seukuran ibu jari.
"Sekarang mah dapat seukuran itu susah, sudah jarang, batunya kecil-kecil," kata dia.
Iwan mengaku tetap bertahan jadi penambang lantaran tidak ada pilihan pekerjaan lain.
"Karena sulit mendapatkannya, kalau yang nyari banyak, mangkanya sudah tidak musim lagi, karena di pasaran sudah jarang," kata Samsul.
Samsul mengatakan, dulu dalam satu petak kebun yang tengah digali sekarang, ada beberapa lubang yang masih aktif milik sejumlah bos. Tapi kini hanya dia dan satu orang rekannya saja yang masih bertahahan.
Lubang-lubang bekas tambang tersebut kini terbengkalai dan ditinggalkan menganga begitu saja.
"Ada tiga kecamatan penghasil Kalimaya, yakni Sajira, Curugbitung dan Maja, dulu penambang bisa ratusan, sekarang bisa diitung jari," kata dia.
Saat masih jaya, Samsul mengatakan, banyak sekali kolektor batu Kalimaya berburu langsung ke lubang. Karena banyak yang dicari, selisih harga jualnya juga tinggi.
Dari hasil penjualan batu Kalimaya, Samsul mengaku bisa hidup mewah hingga beli mobil menggunakan uang tunai.
Dalam sehari menambang, kata dia, bisa mendapat banyak jumlah batu. Sekali jual, bisa mengantongi puluhan juta rupiah.