SURABAYA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mendatangi gedung Direktorat Kriminal Umum Polda Jatim Kamis (10/6/2021).
Dia mengaku memberikan bukti tambahan dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Sekolah SPI Kota Batu.
"Kami berikan bukti informasi tambahan kepada penyidik," katanya kepada wartawan.
Baca juga: Sudah 16 Korban Lapor, SMA di Batu Bantah Ada Kasus Kekerasan Seksual
Informasi dimaksud adalah bahwa korban pernah mengadu ke sekolah tentang apa yang dialaminya, namun pihak sekolah tidak mengindahkan aduan itu.
"Pengaduan itu sudah lama, sebelum kasus ini dilaporkan ke polisi," jelasnya.
Dia juga menyerahkan 4 nama pengelola yang tidak mengindahkan aduan para korban tersebut.
"Mereka juga harus dipanggil dan diperiksa," terangnya.
Baca juga: Ketua Komnas PA Sebut Kekerasan Anak di Kota Batu Diduga Diketahui Pengelola Sekolah
Dia berharap polisi segera menaikan status kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan, serta segera menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko menyebut penyidik menerima 14 laporan dan 20 pengaduan dari saluran hotline yang disediakan Polda Jatim.
"Dari 14 laporan yang masuk yang diproses hanya 1 laporan, karena 13 laporan sisanya materinya sama," terang Gatot.
Baca juga: Ketua Komnas PA: Kekerasan Seksual SMA di Batu Terencana, Korban Dipanggil dengan Ancaman dan Janji
Para korban melaporkan JE, pendiri sekaligus pimpinan SPI Kota Batu.
JE diduga melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, dan eksploitasi ekonomi terhadap anak-anak didiknya.
Menurut Arist, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah melakukan pemeriksaan awal dalam kasus tersebut, hasilnya beberapa alumni sekolah ternyata juga pernah mengalami hal serupa seperti yang dialami pelapor.
Baca juga: Dugaan Kekerasan Seksual Anak di Kota Batu, Polda Jatim Terima 20 Pengaduan dan 14 Laporan
"Peserta didik ini berasal dari berbagai daerah, dari keluarga-keluarga miskin yang seyogyanya dibantu agar bisa berprestasi dan sebagainya. Tapi ternyata dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya. Ada yang dari Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya," kata Arist.
Menurut dia, pelaku melangga tiga pasal berlapis yaitu kekerasan seksual Pasal 82 UU 35 tahun 2014 dan UU 17 tahun 2016 dengan hukuman maksimal seumur hidup.
Bahkan kalau itu terbukti dilakukan berulang-ulang, pelaku bisa dikebiri. Kemudian eksploitasi ekonomi di Pasal 81, kekerasan fisik pada Pasal 80 Undang-Undang yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.