Ridwan juga menyoroti adanya dugaan oknum dari pertambangan emas tanpa izin yang terganggu saat pemerintah berupaya memformalkan kegiatan pertambangan.
"Sudah ada 200 lubang tambang di Sangihe, apakah tidak patut kita menduga ketika pemerintah mau memformalkan kegiatan pertambangan, ada pihak lain yang terganggu kepentingannya.
"Lebih baik diusahakan menggunakan regulasi dan praktik pertambangan yang benar daripada kita membiarkan orang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin," katanya.
Ridwan juga berkata, polemik proses AMDAL dan perizinan lainnya, seharusnya telah selesai seiring dengan keluarnya persetujuan kelayakan lingkungan dari Provinsi Sulawesi Utara.
Baca juga: Soal Penutupan Tambang Emas di Pantai Maluku Tengah, Bupati: Itu Kewenangan Pemerintah Pusat
"Kan kita bisa membayangkan kalau sudah dikaji AMDAL-nya, sudah dinyatakan selesai kemudian kita bilang tidak bisa, terus logikanya di mana?
"Kalau memang masyarakat setempat tidak setuju, contoh ya ketika konsultasi publik AMDAL-nya, bilang-bilang dong, kami tidak setuju. Jangan sampai persetujuan sudah keluar, mereka katakan tidak mau menghormati kesepakatan itu," kata Ridwan.
Pemerintah pusat, kata Ridwan, berjanji akan melakukan pengawasan ketat agar pertambangan emas tak mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti pencemaran sumber air dan wilayah pesisir.
"Percaya lah kami bukan orang perusak. Anda, mereka, dan saya itu hidup di Bumi yang sama, jadi cita-cita kita ingin agar Bumi ini sama-sama terjaga," janji dia.
Saya teringat ucapan Bu Niu yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk Gunung Sahendaruman, dan merasa khawatir karenanya.
"Kalau tambang masuk, burung mati dan punah, hutan rusak lalu terjadi longsor, masyarakat kehilangan kehidupan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan kami nanti," kata Bu Niu sambil mengisap linting tembakau.
Baca juga: Kisah Sedih di Balik Kepunahan Burung Dodo
Ia memandang Gunung Sahendaruman yang berdiri tegak, barangkali membayangkan keindahannya yang mungkin saja hilang.
Bu Niu yang telah menyerahkan nyaris 23 tahun hidupnya untuk menjaga manu' niu dan burung-burung endemik lainnya dari serangan warga lokal yang membuka lahan dan perburuan liar, mengaku tidak bisa berbuat apa-apa... terlebih bila ancaman itu datang dari negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.