Selain warga desa, rencana tambang juga mendapatkan penolakan dari warga yang menggantungkan hidupnya pada pertambangan emas tanpa izin (PETI).
Saya mendatangi area tambang ilegal yang berjarak 200 meter menuju bukit dari jalan raya.
Deru suara genset menyambut saya, juga sekitar sepuluh pria yang sedang beristirahat. Sebagian tubuh mereka diselimuti tanah.
Di satu sisi, tiga orang lain berada di dalam lubang sedalam 12 meter dan selebar satu meter. Dari atas terlihat dua karung tanah diangkat menggunakan kawat baja dari dalam lubang.
Baca juga: Gempa Melanda Malang dan Sangihe Sulut dalam Satu Hari, Ini Faktanya
Di sampingnya, dengan menggunakan palu, seseorang tengah menghaluskan tanah dan bebatuan.
Sementara itu, enam orang secara bergantian menabur kapur di atas kolam berlapis terpal yang berisi tanah untuk proses penjernihan tanah. Bau menyengat sontak menyerang.
Sedangkan di tenda sebelah, tanah disiram dengan karbon dan sianida untuk mengikat logam yang berisi emas, tembaga, perak dan logam lainnya.
Itu adalah pertambangan rakyat yang disebut masyarakat menjadi mata pencaharian utama secara turun-temurun warga sejumlah kampung di Sangihe.
Christoper Luwunaung, warga Kampung Lapango I, Kecamatan Manganitu Selatan, telah bekerja hampir dua tahun di sana. Hasil yang didapatnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.
Christoper menyadari apa yang dilakukannya ilegal dan berbahaya, namun ia mengaku tidak ada pilihan yang seimbang.
"Kami meminta diberdayakan, diberikan pengetahuan cara menambang yang aman, diawasi pemerintah, bukan dengan dikasih ke swasta. Lalu kami kerja apa?" kata Christoper, yang mengikuti jejak ayahnya sebagai penambang.
Baca juga: Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sangihe, 1 Warga Meninggal Dunia
Macion Samodara, pengurus salah satu tambang ilegal ini berkata, pertambangan rakyat tidak merusak bentang alam. Buktinya, menurut dia, perkebunan warga masih berdiri tegak dan menghasilkan buah.
"Berikan izin ke rakyat, daripada dikasih ke luar, kita tidak dapat apa-apa, terusir dan menderita," kata Macion.
Menurut Maicon, sepanjang sepengetahuannya, tidak ada kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa akibat PETI.
Baca juga: Tambang Emas Liar di Sumbar Longsor, 8 Penambang Tewas
Sekda Pemkab Kepulauan Sangihe Melanchton Herry Wolff menjelaskan, pertambangan rakyat muncul tahun 1980-an akibat kegiatan eksplorasi yang dilakukan perusahaan.
"Akhirnya warga tahu dan melakukan penambangan tanpa izin," kata Herry.
Pemkab Sangihe, kata Herry, mengklaim telah menghentikan kegiatan pertambangan liar sambil menunggu proses perizinan. Walaupun ketika saya ke sana, kegiatan pertambangan masih berlangsung.
Baca juga: Tambang Emas Ilegal di Riau Digerebek, Puluhan Pekerja Tak Berkutik Diamankan