Gunung Sahendaruman adalah salah satu area yang masuk dalam 42.000 hektare wilayah tambang Perusahaan Tambang Mas Sangihe (TMS) - menciut dari sebelumnya 123.000 hektare.
Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), TMS adalah gabungan dari perusahaan Kanada, Sangihe Gold Corporation yang merupakan pemegang saham mayoritas sebesar 70%, dan tiga perusahaan Indonesia.
TMS yang memegang kontrak karya (KK) generasi VI sejak 17 Maret 1997 lalu telah mengantongi persetujuan kelayakan lingkungan dari Provinsi Sulawesi Utara pada 25 September 2020 dan izin operasi produksi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) awal tahun ini.
Baca juga: Cipta Kridatama Raup Perpanjangan Kontrak Tambang Rp 1,65 Triliun
Artinya, TMS berhak mengeksploitasi emas dan tembaga di enam kecamatan yang terbagi menjadi 80 kampung selama 33 tahun ke depan.
Dari luas itu, terdapat 4.500 hektare yang memiliki mineralisasi utama yaitu di Kampung Bawone, Binebase, Sade, dan Kupa.
Contoh, berdasarkan hasil eksplorasi perusahaan di Binebas dan Bowone, menurut sumber daya terunjuk, terdapat potensi 114.700 ons emas dan 1,9 juta ons perak. Ditambah, 105.000 ons emas dan 1,05 juta ons perak berdasarkan sumber daya tereka.
Baca juga: Izin Tambang Emas di Sangihe Disebut 42.000 Hektar, Bupati: Hanya 60 Hektar
Koordinator Jatam Merah Johansyah mengatakan, izin wilayah tambang tersebut berpotensi "menenggelamkan" pulau tersebut.
"Di pulau kecil seperti Sangihe, semuanya terbatas, air tawar terbatas, ekologi terbatas. Kalau setengah pulau jadi wilayah tambang, tenggelam itu pulau dalam kerusakan," kata Merah.
Merah mengatakan, terdapat 55 pulau dari sekitar 13 ribu pulau kecil di Indonesia yang dieksploitasi oleh pertambangan.
Baca juga: Waspada Dampak Siklon Tropis Choi-Wan di Kepulauan Talaud, Sangihe, dan Sitaro
Save Sangihe Island, gerakan penolakan tambang yang terdiri dari 25 organisasi kemasyarakatan, terus menyuarakan protes.
Seperti hari itu, Selasa (25/6/2021), sekitar 30 warga berkumpul di Kantor Kapitalaung Kampung Bowone, yang terletak sekitar 20 kilometer dari Kampung Ulung Peliang - salah satu pintu masuk ke Gunung Sahendaruman.
Baca juga: 6 Air Terjun Eksotis di Kepulauan Sangihe, Pesonanya Menyejukkan Mata
Mereka menolak masuknya tambang dan berikrar tidak akan menjual tanah yang ditawar Rp 5.000 per meter oleh perusahaan.
Sekitar 30 warga berkumpul di Kantor Kapitalaung Kampung Bowon, Pulau Sangihe, menyatakan penolakannya atas TMS.
"Pusat perlawanan dan masa depan masyarakat Sangihe ada di Bowone. Bagaimana, Bowone siap tolak TMS?" seru Alfred Pontolondo dari Save Sangihe Island kepada warga.
"Siap," jawab para warga serentak.
Baca juga: 14 Wisata Bawah Laut di Kepulauan Sangihe Ini Bikin Pangling Wisatawan
Dia membayangkan jika perusahaan tambang beroperasi di tanah kelahirannya maka air laut akan tercemar, air minum menjadi beracun, perkebunan dan perbukitan lenyap, serta mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan hilang.
"Kami tidak percaya janji-janji kesejahteraan, kami hidup bukan dari hasil perusahaan, tapi karena keringat dan kerja keras masyarakat di tempat ini," katanya.
Elbi mengaku kaget ketika mendengar perusahaan telah memegang surat keputusan kelayakan lingkungan hidup kegiatan penambangan dan izin usaha pertambangan saat sosialisasi pembebasan lahan ke masyarakat, pada 24 Maret lalu.
Baca juga: Lebih dari Separuh Luas Pulau Sangihe Jadi Tambang Emas, Berlaku 35 Tahun, Warga Menolak
"Saya berharap kepada Bapak Presiden Joko Widodo agar turun tangan sehingga izin yang dipegang TMS dicabut dan masyarakat Sangihe terbebas dari ketakutan dan kecemasan yang sangat. Kami ingin hidup tenang seperti dulu," ujar Elbi yang memiliki lima hektare lahan.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe juga mengatakan tidak dilibatkan dalam proses pengurusan izin lingkungan dan eksploitasi yang diterbitkan untuk TMS.
"Karena proses pertambangan kewenangannya sudah ditarik dari kabupaten ke pusat dan provinsi," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe Melanchton Herry Wolff.
Baca juga: Dampak Siklon Surigae, Tower BTS Roboh hingga Pohon Tumbang di Sangihe
Herry mengaku baru mengetahui izin telah diberikan saat TMS datang dan melapor ke pimpinan daerah.
"Namun demikian, integrasi antara pusat dan daerah harus jalan sehingga keputusan pusat itu, kami selaku pemda otomatis akan menerima dan melakukan sinergi," katanya.
Herry menambahkan, pemda akan mengawal proses pertambangan dengan memprioritaskan lingkungan dan masyarakat.
"Wilayah selatan Sangihe memang direkomendasikan untuk pertambangan tapi harus dilakukan secara terbatas dan selektif karena perlu disadari pulau kita sangat kecil. Sehingga jika tidak dikawal, otomatis akan sangat mempengaruhi keberlanjutan kehidupan di Kabupaten Sangihe," kata Herry.
Baca juga: Kepulauan Sangihe Diklaim Tak Ada Penambahan Kasus Covid-19 Sejak 3 April 2021