NUNUKAN, KOMPAS.com – Penambangan pasir ilegal di Desa Sei Manurung Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara, menjadi persoalan berbahaya yang butuh perhatian serius semua pihak.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nunukan mencatat ada pergeseran wilayah Pantai Sebatik sekitar 60 sampai 70 meter.
"Hitungan kami dari visual drone dan pemetaan, imbasnya lebih dari 1 hektar. Kalau melihat peta citra satelit, perbandingan tahun 2018 dengan 2020 garis pantainya bergeser cukup signifikan,’’ujar Kepala DLH Nunukan Rustam, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Usai Demo Penambangan Pasir Laut, 11 Warga Ditangkap dan Perahunya Dirusak Aparat
Menurut Rustam, tidak ada upaya lain yang lebih efektif selain menghentikan aktivitas penambangan pasir pantai yang memang tidak berizin tersebut.
Selain itu, butuh adanya pembangunan tanggul pemecah ombak sebagai langkah menciptakan lumpur di pesisir pantai, yang nantinya akan ditumbuhi mangrove dan menetralisir abrasi yang terjadi.
‘’Kita semua melihat sendiri ada kuburan di Desa Sei Manurung yang hilang terkikis air laut, bahkan tidak sedikit rumah warga rusak. Sekarang laut di sana kehilangan massa pasir, sehingga empasan ombak jauh lebih kuat dan lebih merusak,’’katanya.
Persoalan penambangan pasir ilegal di Pulau Sebatik sering disuarakan oleh masyarakat sekitar sejak 2008.
Aliansi Masyarakat Peduli Sebatik dan mahasiswa bahkan meminta DPRD Nunukan segera merekomendasikan penutupan total lokasi penambangan pasir.
Perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Sebatik Kurniawan, yang juga menjadi salah satu korban abrasi, menyesalkan eksisnya penambangan pasir yang membuat keluarganya menerima imbas kerusakan.
Sementara para penambang ilegal seolah semakin banyak dan kian leluasa mengeruk pasir tanpa sentuhan hukum.
"Kami sering teriakkan ini, rumah rumah masyarakat terancam hilang, tanah kami termakan ombak. Ini bukan masalah Nunukan saja, tapi ini berkaitan dengan eksistensi pulau Sebatik,"katanya.
Baca juga: Kisah Driver Ojol Yogya Antre BTS Meal McDonalds: Waktu Habis Hanya untuk Satu Pesanan
Teriakan dan keluhan yang seakan terus saja kandas, kemudian mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap para pemangku kebijakan dan wakil rakyat.
Bagaimana mungkin, sebuah peristiwa yang mengakibatkan bencana di batas NKRI seolah dianggap angin lalu dan bukan perkara mendesak.
‘’Itu kenapa kami mengatakan tidak percaya dengan lembaga pemerintah termasuk DPRD. Ini bukan baru kami suarakan, ini musibah yang akan menjadikan batas negara bergeser dan itu mengancam kedaulatan negara,’’ujar anggota aliansi lain, Muhammad Yasir.
Menjawab kritik Aliansi Masyarakat Peduli Sebatik, Wakil Ketua DPRD Nunukan Saleh tak membantah jika masalah penambangan ilegal terjadi cukup lama.