Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan di Blitar, Presiden Soekarno Lahir di Jalan Peneleh Surabaya

Kompas.com - Diperbarui 06/06/2022, 07:47 WIB
Rachmawati

Editor

Karena terlalu miskin, sang ayah Raden Sukemi Sosrodiharjo tak mampu untuk memanggil dukun beranak. Kelahiran Soekarno hanya dibantu oleh lelaki tua yang disebut Soekarno sebagai sahabat keluarga.

"Satu-satunya orang yang mengurus Ibu adalah sahabat keluarga kami, seorang laki-laki yang sudah sangat, sangat tua. Adalah dia, dan tak ada orang yang lain, yang menyambut kehadiranku di dunia," cerita Bung Karno.

Baca juga: Rumah Kelahiran Bung Karno Diserahkan ke Pemkot Surabaya, Risma Akan Jadikan Museum

Soekarno dan keluarganya tinggal di Surabaya dengan ibu dan ayahnya serta kakak perempuannya, Sukarmini yang usianya dua tahun lebih tua.

Dengan gaji Rp 25 dan dipotong Rp 10 untuk sea rumah, sang ayah harus menghidupi empat orang. Mereka pun pindah dari Surabaya ke Mojokerto saat Soekarno berusia 6 tahun.

Kaburkan sejarah demi kepentingan politik

Informasi mengenai Blitar sebagai kota kelahiran Soekarno memang marak beredar di masa Orde Baru.

Dikutip dari dokumen Harian Kompas yang terbit 2 Juni 2015, sejarawan Peter Kasenda menuding Orde Baru sengaja mengaburkan sejarah Soekarno demi kepentingan politik.

"Bung Karno jelas lahir di Surabaya, sesuai dengan pengetahuan sejarah saya. Keterangan tempat lahir Bung Karno di Blitar dipublikasikan di zaman Orde Baru. Ini bentuk pengaburan sejarah yang berbau politik," tutur Peter Kasenda, dikutip dari Harian Kompas.

Peneliti lembaga Institut Soekarno, Peter A Rohi, menyatakan bahwa terjadi kesalahan dalam penerjemahan biografi yang ditulis oleh Cindy Adams itu, yang kemudian menyebut Soekarno lahir di Blitar.

Baca juga: Malam Kelahiran Bung Karno, Warga Kampung Pandean Buat 117 Tumpeng

"Buku itu diterjemahkan oleh tim penulis sejarah dari ABRI (TNI) dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar," kata Peter A Roh

Selain itu, Peter juga menyebut semua biografi Soekarno yang terbit sebelum 1966 menulis Surabaya sebagai tempat kelahiran pria bernama lahir Koesno Sosrodihardjo itu.

Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said juga menyebut sangat sulit untuk meluruskan kesalahan sejarah pada masa Orde Baru itu. Apalagi, pengetahuan bahwa Soekarno lahir di Blitar juga masuk ke ranah pendidikan formal.

Baca juga: Peneleh, Kampung Para Pahlawan dan Bapak Bangsa

"Referensi itu meliputi buku-buku yang diterbitkan di ranah pendidikan formal hingga poster yang dijual bebas," kata Salim Said, dikutip dari Harian Kompas yang terbit 7 Juni 2015.

"Sangat sulit saat itu meluruskan, apalagi meneliti Soekarno. Selain karena sikap represif Orba, kita juga harus izin pemerintah," ujarnya.

Mengapa disebut lahir di Blitar?

Peziarah berdoa dan membaca ayat-ayat suci di pusara Makam Bung Karno di Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar, Senin (17/5/2021)KOMPAS.COM/ASIP HASANI Peziarah berdoa dan membaca ayat-ayat suci di pusara Makam Bung Karno di Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar, Senin (17/5/2021)
Hingga saat ini belum diketahui alasan penyebutan Blitar sebagai kota kelahiran Soekarno.

Namun di buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno bercerita jika ibunya pernah tinggal di Blitar.

Sekitar tahun 1946 saat ibu Soekarno, Idaayu berusia lebih 70 tahun ada pasukan Republik yang terlibat pertempuran jarak dekat dengan musuh dan terjebak di belakang rumah Idaayu yang ada di Blitar.

Ibu Soekarno kemudian menyemangati para prajurit untuk melawan para Belanda. Hal itu diceritakan oleh pejuang kepada Soekarno.

Baca juga: Risma Kunjungi Bekas Penjara Bung Karno di Bandung

"Saat itu suasana sangat sepi. Kami semua tiarap menunggu. Rupanya ibu jengkel tidak mendengar apa-apa dari pihak kita. Tidak ada tembakan. Tidak ada teriakan. Dengan mata yang bernyala-nyala dia keluar mendatangi kami dan berkata: Kenapa tidak ada tembakan? Kenapa tidak bertempur? Apa kalian semua penakut? Kenapa kalian tidak keluar menembaki Belanda? Maju terus, kalian semua, keluarlah dan bunuh Belanda-Belanda itu."

Era kepemimpinan Soekarno mengalami senjakala pada dekade 60-an. Selang beberapa tahun kemudian, Soekarno pun wafat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com