UNGARAN, KOMPAS.com-Afifah, guru honorer di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mungkin jadi salah satu orang yang hidupnya jadi makin sulit karena pandemi Covid-19.
Karena tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua anaknya, perempuan 29 tahun ini harus berutang ke aplikasi pinjaman online.
Pilihan untuk berutang dari aplikasi pinjaman online dilakukan Afifah pada akhir Maret 2021, kala itu keadaan ekonominya dirasa terus memburuk.
"Saya dan suami kondisi saat itu tidak baik, simpanan tidak ada," kata Afifah di Kabupaten Semarang, Jumat (4/6/2021).
Baca juga: Utang Rp 3,7 Juta untuk Beli Susu Anak, Guru Honorer Ditagih Pinjol Rp 206 Juta
Sebelum mengajukan pinjaman, Afifah sadar ada kemungkinan bakal terjerat tingginya bunga yang harus ditanggungnya.
Hanya saja, dia merasa tidak ada pilihan lain.
"Saya berpikir, kalau pinjam uang ke teman kondisi pandemi Covid-19 ini semua sedang sulit, pinjam ke bank pasti syaratnya susah," sebutnya.
Setelah mengunduh aplikasi penyedia pinjaman, Afifah mulai mengisi formulir yang disediakan dan mengungah foto diri dan kartu tanda penduduknya (KTP).
"Saat itu cuma foto diri dan KTP, belum ada perjanjian apapun," kata Afifah.
Baca juga: Guru di Semarang Terjerat Utang di 20 Aplikasi Pinjol, Pinjam Rp 3,7 Juta, Membengkak Rp 206 Juta
Kemudian, ibu dua anak ini mengajukan pinjaman sebesar Rp 5 juta. Dalam iklan aplikasi yang diunduhnya, Afifah ditawarkan bunga pinjaman sebesar 0,04 % dan masa pelunasannya sampai 91 hari.
Nyatanya, Afifah hanya mendapat Rp 3,7 juta dari pinjaman sebesar Rp 5 juta yang diajukannya.
"Ini sudah tidak sesuai iklan dan menjerumuskan," kata Afifah.
Untuk membayar utang tersebut, Afifah harus meminjam uang dari tempat lain. Akibatnya, pinjamannya pun menumpuk.
Baca juga: 5 Pinjol Anggap Lunas Utang Guru TK di Malang Tanpa Dibayar, S Akan Buka Usaha Fotokopi
Guru itu punya pernah utang sebesar Rp 206 juta dari beberapa penyedia pinjaman online.
Menurut Afifah, berbagai cara sudah dilakukan untuk melunasi utang itu. Dia bahkan sampai menggadaikan sertifikat rumah milik orangtuanya.
"Sekarang masih ada tagihan Rp 48 juta," jelasnya.
Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Cabang Salatiga, mengatakan kliennya memiliki itikad baik untuk membayar uang yang dipinjamnya.
Hanya saja, Sofyan merasa utang kliennya seolah tak kunjung bisa dilunasi.
Karenanya, Afifah disarankan untuk menempuh jalur perdata.
"Untuk yang jalur perdata kami mengajukan konsinyasi untuk pelunasan utang. Selain itu juga melaporkan aplikasi pinjaman online ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Sofyan.
Baca juga: Polisi Periksa Guru TK yang Terjerat Pinjol dan Gali Data Soal Kasus Tersebut
Selain itu, Sofyan sudah mendampingi Afifah untuk melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah karena cara-cara penagihan dari pelaku aplikasi tersebut sudah kelewat batas dan mengarah ke fitnah.
"Selain kata-kata kotor, ada foto editan seolah klien kami telanjang dan disebar ke kontak WA yang ada. Kata-katanya juga penuh ancaman, fitnah, dan mencemarkan nama baik," jelasnya.
Pelaporan tersebut terkait pelanggaran UU ITE.
Akibat serangkaian teror tersebut, Afifah merasa trauma dan ketakutan.
"Saat ini klien kami tidak lagi berani memegang ponsel dan pekerjaannya terganggu karena teror WA tersebut juga sampai ke rekan-rekan guru," kata Sofyan.
Penulis: Kontributor Ungaran, Dian Ade Permana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.