Legenda Telaga Sarangan menceritakan sepasang suami istri yang bernama Kyai dan Nyai Pasir.
Baca juga: Telaga Sarangan di Magetan Ditutup karena Ada Warga Positif Covid-19
Bertahun-tahun hidup sebagai suami istri, mereka belum dikaruniai seorang anak. Lalu Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kepada Sang Hyang Widhi agar dikaruniai anak.
Akhirnya mereka pun medapat seorang anak lelaki yang diberi nama Joko Lelung. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bercocok tanam dan berburu.
Karena pekerjaan yang dirasa berat maka Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kesehatan dan umur panjang kepada Sang Hyang Widhi.
Dalam semedinya, pasangan suami istri tersebut mendapat wangsit bahwa keinginannya akan terwujud jika ia dapat menemukan dan memakan telur yang ada di dekat ladangnya.
Baca juga: Cerita Sang Juru Foto Telaga Sarangan dan Keanggotaan Senilai Rp 60 Juta
Ketika itu Nyai Pasir menemukan telur tersebut dan membawanya pulang lalu memasaknya. Telur kemudian dibagi dua, satu dimakan oleh Kyai Pasir dan yang satunya dimakan oleh Nyai Pasir.
Setelah memakan telur tersebut Kyai Pasir kembali pergi ke ladang. Namun di tengah perjalanan badannya terasa panas dan gatal. Kyai Pasir tak kuasa menahan gatal itu dan menggaruknya hingga menimbulkan luka lecet di seluruh tubuh.
Akhirnya tubuh Kyai Pasir berubah menjadi ular naga yang sangat besar. Hal yang sama juga terjadi dengan Nyai Pasir.
Baca juga: Sampah Bangkai Ayam Tebar Aroma Busuk di Jalan Menuju Telaga Sarangan
Dari dalam cekungan keluar air yang sangat deras dan menggenangi cekungan tadi.
Menyadari kemampuan yang dimilikinya, Kyai Pasir dan Nyai Pasir berniat untuk membuat cekungan sebanyak-banyaknya untuk menenggelamkan Gunung Lawu.
Mengetahui kedua orangtuanya berubah menjadi naga besar dan memiliki niat buruk, maka Joko Lelung bersemedi agar niat tersebut dapat diurungkan.
Baca juga: Terpeleset Saat Ambil Air, Pengunjung Telaga Sarangan Tewas Tenggelam
Permintaan Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi.
Kedua naga perwujudan dari Kyai dan Nyai Pasir bisa ditenangkan. Mereka tak lagi berguling-guling. Namun cerukan tanah masih ada dan terisi air hingga dikenal sebagai Telaga Sarangan.
Kyai dan Nyai Pasir yang berubah menjadi Naga itu, perlahan menjadi mahluk tak kasat mata yang diyakini hingga saat ini masih menunggu di telaga sampai anugerah umur panjang dari sang pencipta berakhir.
Baca juga: Warga Serbu Telaga Sarangan Jelang Ramadhan, Apa yang Mereka Lakukan?
Cerita itu sampai saat ini masih diyakini oleh penduduk setempat. Bahkan setiap menjelang bulan Ruwah (bulan puasa) warga sekitar selalu menggelar upacara bersih desa dan labuh sesaji dengan memberikan hasil desa untuk tolak bala dan memperingati terbentuknya Telaga Pasir.
Upacara ini juga bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada roh leluhur yang merupakan cikal bakal Desa Sarangan yaitu Kyai dan Nyai Pasir.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sukoco | Editor : Pythag Kurniati, Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.