MAUMERE, KOMPAS.com - Adriana Mawar (80), seorang warga RT 004 RW 002, Dusun Nangahaledoi, Desa Wairbleler, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT, sudah puluhan tahun tinggal di gubuk reyot.
Gubuk itu berdinding pelepah bambu, lantai tanah, dan beratapkan seng.
Sebagian besar dinding rumah itu sudah bolong termakan rayap. Seng gubuk itu juga sudah karat dan berlubang termakan usia.
Nenek Adriana menuturkan, di kala hujan, rumah mereka itu tak bisa ditempati karena bocor.
Baca juga: Ada Plang Banyak Setan di Jalan ke Bandara Lombok, Ini Penjelasan Polisi
Setiap musim hujan, ia dan tiga orang cucunya terpaksa mengungsi di tetangga.
"Untungnya, semua tetangga ini orang baik semua. Mereka sangat memahami kondisi kami di saat hujan. Mereka memberi kami tumpangan," tutur mama Adriana, kepada awak media, Rabu (2/6/2021).
Nenek Adriana menceritakan, gubuk reyot itu merupakan peninggalan sang suami yang telah lama meninggal dunia.
Ia bersama anak-anaknya tinggal di gubuk reyot itu sejak gempa tahun 1992 silam.
Karena semua anaknya telah berkeluarga, kini ia tinggal dengan tiga cucunya.
Selama sehat, ia bekerja sebagai dukun kampung, sering membantu orang-orang yang sakit.
Namun, kini, di usianya yang sudah senja, ia tak bisa lagi beraktivitas seperti biasa.
Kini, untuk kebutuhan sehari-hari, ia hanya mengandalkan satu cucu laki-laki yang berusia 26 tahun. Ia kerja serabutan.
"Yang namanya serabutan, ya, kadang ada kerja, kadang tidak. Penghasilan juga tidak jelas. Jadi, kami hidup begini adanya. Kalau dia tidak dapat uang untuk beli beras, berarti kami makan dari belas kasih tetangga," ungkap Nenek Adriana.