PEKALONGAN, KOMPAS.com - Naiknya harga kedelai impor membuat para perajin tahu dan tempe di Kompleks Kampung Tahu di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, mengeluh.
Mereka harus bertahan dengan tetap berjualan dengan untung tipis meski harga kedelai kini mencapai angka tertinggi yaitu Rp 11.000 per kilogramnya.
Akibatnya, suasana Kampung Tahu di Desa Babalan Lor, Bojong, Kabupaten Pekalongan kini tidak seramai dulu.
Baca juga: Dedi Mulyadi Minta Buwas Sebutkan Nama Setan di Lingkaran Kedelai
Sebelum harga kedelai melonjak, hampir sebagian besar rumah warga berhenti memproduksi tahu dan tempe.
Salah seorang perajin tahu dan tempe, Mohammad Hadi (31), mengatakan kenaikan harga kedelai impor terjadi sejak Ramadhan hingga dua pekan setelah lebaran.
“Sebelum bulan puasa sudah Rp 8.000 terus naik sampai sekarang puncak tertinggi harga kedelai sampai Rp 11.000 perkilonya,” kata Hadi saat memproduksi tahu di rumahnya, Jumat (28/5/2021).
Hadi mengungkapkan untuk bertahan agar tetap mendapat untung harus memperkecil ukuran tahu pada tiap papan.
Baca juga: Sering Diserang Hama dan Kalah dengan Impor, Alasan Petani Enggan Tanam Kedelai
Tiap papan yang biasanya berisi 80 buah tahu, kini perajin memperkecil ukuran sehingga bisa 90 buah.
Sementara perajin tidak berani menaikkan harga tahu perbijinya karena takut pembeli kabur.
“Untungnya sangat sedikit bahkan tidak ada. Bayangkan s10 kilogram kedelai apabila jadi tahu mampu menghasilkan Rp 180.000. Itu masih kotor belum dipotong transport, produksi dan bayar karyawan,” tambah dia.