Saat itu dirinya sedang persiapan doa pagi, rutinitas yang biasa dilakukan bersama istri dan kedua anaknya di ruang tengah rumahnya di Canden.
Saking dahsyatnya gempa, dirinya dan keluarga tidak bisa keluar rumah saat getaran dari dalam tanah dirasakannya. Meski rusak parah, beruntung mereka berempat berhasil menyelamatkan diri.
Saat sampai di luar rumah, hanya debu yang terlihat, dan suara minta tolong dari para tetangganya.
"Manusia tidak sekuat apa yang dipikirkannya sehebat apapun manusia tetap kalah dengan alam," ucap dia
"Kita harus kembali ke penciptaa-Nya enggak boleh sombong," kata Suwarno.
Baca juga: 14 Tahun Gempa Yogya, Gotong Royong Jadi Modal untuk Bangkit
Dukuh Potrobayan Sayudi menceritakan, di wilayahnya dari jumlah penduduk saat 2006 ada 638 orang, ada 13 orang meninggal, dan 75 luka berat.
Waktu itu Sayudi baru bangun saat gempa mengguncang, dan lari bersama anak laki-lakinya. Melihat rumahnya roboh, waktu itu masih belum menyadari terjadi gempa. Saat itu dirinya lari ke rumah orang tuanya. Beruntung, waktu itu kedua orangtuanya selamat. Termasuk keluarganya tidak ada yang menjadi korban meninggal dunia.
Setelah memastikan seluruh keluarganya selamat, Dukuh yang menjabat sejak tahun 1990 itupun bergegas mengecek warganya. "Setelah melihat (rumah) yang lain ternyata semuanya sama," kata Sayudi saat ditemui di rumahnya.
Dari 198 rumah yang berdiri waktu itu di wilayah Potrobayan, hanya ada 4 rumah rusak ringan, lainnya rusak berat dan roboh. Sebagian besar roboh saat gempa susulan yang terus mengguncang saat itu. Rumah yang awalnya hanya retak, saat munculnya gempa susulan pun roboh. Warga saat itu tinggal di tenda ataupun penutup seadanya.
Untuk warga yang selamat, meninggal maupun luka dibawa ke salah satu kantor yang berada di Padukuhan Potrobayan. Suasana gaduh saat itu, sebagian warga lain mempersiapkan penguburan 13 warga yang meninggal dunia, mereka dikubur dalam satu liang dengan lebar sekitar 12 meter di Tempat Pemakaman Umum.
Usia yang meninggal pun bervariasi dari paling muda bayi 1,5 bulan hingga orang tua usia di atas 70 tahun.
"Sebenarnya beberapa hari setelah gempa ada warga terutama yang sepuh meninggal dunia, tetapi bukan korban gempa. Mungkin mereka tertekan ya melihat situasi kala itu," kenang Sayudi
Pascagempa, selama hampir 5 bulan, warga mendengar suara dentuman seperti suara meriam. Selain itu, sebagian besar semua sumur di wilayah Potrobayan kering. Warga lalu mengebor sumur untuk mendapatkan air bersih.
"Suara dentuman semakin lama semakin mengecil," kata dia.
"Dulu masih ada relawan pun kadang mereka berlari setelah mendengarkan dentuman," ucap Sayudi.