Damar, seorang warga Desa Kuta, yang tumbuh besar tidak sampai 500 meter dari lokasi pembangunan sirkuit, telah cukup vokal menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan dirinya dan sanak saudaranya yang tinggal di lahan seluas sekitar 3300 m2.
Sebelum pandemi, ia berprofesi sebagai pelatih selancar bagi para turis. Saat industri pariwisata mulai lesu tahun di tahun 2020, di waktu yang hampir bersamaan, ia harus mengosongkan lahan.
"Saya masih ingat waktu pertemuan pertama kali di sini (tahun 2019), langsung mereka bilang, bulan Agustus, sebelum tanggal 17, semua tempat ini harus dikosongkan," kata Damar.
Baca juga: Bau Nyale dan Pengobanan Cinta Putri Mandalika di Pantai Seger
"Jadi kita bingung, belum ada sosialisasi, belum ada musyawarah, belum ada kesepakatan dari kedua belah pihak, tiba-tiba saja pemerintah setempat datang dan bilang begitu ke masyarakat."
Berdasarkan keterangan Damar, lahan miliknya dinilai oleh tim appraisal independen seharga 3,2 miliar rupiah. Menurut Damar itu sudah termasuk enam rumah di atasnya, tanaman hortikultura warga, dan kerugian immateril.
Bagi Damar angka itu tidak sebanding dengan upayanya untuk memulai hidup baru dan kesedihan meninggalkan desa yang telah berusaha ia bangun selama bertahun-tahun.
Baca juga: Soal Pelanggaran HAM dalam Pembangunan Kawasan Mandalika, Ini Tanggapan Wamen BUMN
Awalnya, Damar tidak mau menerima dana konsinyasi dan mencoba bertahan, namun ia berkesimpulan bahwa kenyataan ia harus angkat kaki dari desanya tak terelakkan.
"Kementerian Pariwisata bilang kalau masyarakat itu sudah setuju, kalau tidak percaya sudah ada fotonya. Betul, ada fotonya waktu pembayaran kemarin," tutur Damar.
"Hanya saja, kalau masyarakat dikasih pilihan lain mungkin tidak akan begitu. Kita itu menerima uang ganti rugi karena kita sudah tidak ada pilihan lain lagi."
Baca juga: ITDC Bantah Pernyataan PBB soal Adanya Pelanggaran HAM dalam Proyek KEK Mandalika
Damar beserta tetangga dan keluarganya akhirnya membongkar sendiri rumah mereka di bulan April. Ia berencana mengajak keluarganya untuk menempati lahan lain miliknya yang lebih kecil.
Sebuah bale-bale dan papan bisnis milik istrinya masih tersisa di lahan yang telah ditinggalkan.
Namun Damar pergi dengan membawa suatu kekhawatiran.
"Jangan-jangan kalau proyek ini sudah jadi, kita cuma jadi penonton di rumah sendiri. itu yang saya takutkan," kata Damar.
Baca juga: Makam Ayah dan Kakek Dibongkar untuk Sirkuit Mandalika, Karte: Apa Daya Ini Keinginan Pemerintah