BALI, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Provinsi Bali pada 2021.
Meski begitu, ada sejumlah catatan masalah yang diberikan.
"BPK RI memberikan opini wajar tanpa pengeculai (WTP) atas laporan keuangan Provinsi Bali tahun 2020. Namun, BPK masih menemukan beberapa permasalahan yang hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Bali," kata Anggota IV BPK RI Isma Yatun dalam rapat paripurna di DPRD Bali, Senin (24/5/2021).
Isma menuturkan, sejumlah temuan BPK di antaranya kesalahan Pemerintah Provinsi Bali dalam melakukan penganggaran atas realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja modal.
Kesalahan itu, lanjut Isma, mengakibatkan realisasi belanja barang dan modal lebih saji atau kurang saji dari nilai seharusnya.
Baca juga: Kronologi Pesawat Batik Air Tabrak Garbarata di Bali, Mesin Robek dan Tak Ada Korban
Selain itu, penatausahaan, pengamanan, pemanfaatan, dan penghapusan barang milik daerah belum sepenuhnya memadai.
"Sehingga mengakibatkan tertib revitalisasi aset tetap gedung, aset tetap berupa buku, aset tetap tanah, dan BMD tidak tercatat penggunaannya, tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya, tidak jelas status pemanfaatannya, dan tidak jelas status penghapusannya," tuturnya.
Masalah lain yang disorot BPK adalah pertanggungjawaban belanja hibah dan subsidi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dianggap belum memadai.
Hal itu mengakibatkan penggunaan dana tidak sesuai naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), dan pemanfaatan produk subsidi tidak dapat dirasakan secara optimal dan tepat waktu.
"Bahwa apabila kelemahan pemeriksaan tidak segera diatasi oleh Pemprov Bali, maka hal tersebut dapat mempengaruhi efektivitas pembangunan dan pengembangan pusat perokonomian baru untuk sebesar besarnya kamakmuran rakyat," kata dia.